Friday, November 8, 2019

Reuni Peace Camp, Sebuah Upaya Merawat Kenangan

Perdana Romi, Founder 3R memberikan sambutan

Jumat malam, 1 November 2019 pekan lalu, sekretariat Rumah Relawan Remaja (3R) di Peukan Bada kembali menjadi tempat berkumpul para relawan yang pernah mengikuti Kemah Damai atau lebih dikenal Peace Camp.


Sambutan Bang Romi selaku Founder 3R sekaligus memperkenalkan tim 3R saat ini menjadi pembuka kegiatan yang manis pada momen mengenang kegiatan yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan rutin dilaksanakan setiap tahun, hingga tahun ini.


Para peserta yang datang dari berbagai latar belakang ini pun menyatu dalam mendengar puisi Sajak Muda karya WS Rendra yang dibawakan oleh Kasumah, salah seorang Guru Impian tahun ini, menonton video Peace Camp dari tahun ke tahun, bermain dan bernyanyi bersama. Oia, tentunya foto bersama tak luput, apalagi dekorasi Reuni dibuat menarik dan instagrammable.




Malam itu, ada waktu berkenalan dan saling bercerita pengabdian sekaligus pembelajaran yang terus memberikan kesan mendalam. Kenangan tahun 2019, tentu beda dengan tahun 2018, begitupun tahun-tahun sebelum itu. Tapi, tentu saja selama Peace Camp, para alumni ingin belajar banyak hal terkhusus tentang mengembangkan rasa damai dari berbagai perbedaan yang ada. Kenangan dan pelajaran itulah yang ingin terus ditumbuhkan, apalagi saat reuni digelar.

Untuk kalian yang datang malam itu, terima kasih telah datang.

Reuni Peace Camp bukan sekadar untuk tatap muka
Tapi merawat kenangan yang pernah ada
Mengembangkan makna penuh rasa
Menjadi insan pembelajar yang selalu ingin “memanusiakan” manusia

Saturday, September 14, 2019

Karya Anak Desa dalam Pameran Karya Pustaka Kampung Impian




Bagaimana perasaan Anda jika melihat anak-anak tampil luar biasa? Tentu saja, Anda sangat senang. Itulah perasaan kami sebagai relawan Rumah Relawan Remaja (3R) selama dua hari melaksanakan Pameran Karya Pustaka Kampung Impian yang dilaksanakan pada tanggal 24-25 Agustus 2015 di Museum Tsunami. Kami sangat senang menampilkan banyak karya anak-anak dari desa Bah dan Serempah (di Aceh Tengah), desa Sarah Baru (di Aceh Selatan), desa Balingkarang (di Aceh Tamiang), desa Lapeng dan desa Klieng Cot Aron (di Aceh Besar).

Pada hari pertama kegiatan (24 Agustus 2019), kami fokus pada pameran karya. Gambar, tulisan, dan dokumentasi kegiatan dilampirkan pada panel yang dibuat bersama sebelumnya. Itu adalah momen yang menyentuh bagi saya ketika melihat panel dengan banyak karya anak-anak. Karya-karya mereka disusun seperti karya seniman profesional. Itu adalah bukti bahwa banyak anak-anak dari desa dapat menunjukkan karya terbaik mereka jika mendapat dukungan dan kesempatan.

Selain melihat karya anak-anak desa yang luar biasa, pengunjung pameran juga dapat mengambil foto dengan menggunakan latar belakang photobooth yang tertulis BACA dalam berbagai bahasa. Itu juga menjadi latar belakang foto yang menarik selama pameran. Semoga latar belakang ini akan menginspirasi lebih banyak orang terutama penduduk desa untuk membaca dan menekankan tema pameran kami tahun ini.


* * *

Monday, August 26, 2019

“Narasi Content Creator Workshop” di Banda Aceh

sesi foto sebelum penutupan


Saat melihat e-flyer kegiatan Content Creator Workshop melalui akun Instagram @narasi.tv, memang terpikir untuk langsung daftar. Beberapa hari setelahnya, saya pun mengisi formulir lengkap dengan beberapa link portofolio yg memang jadi persyaratan.

Berselang beberapa minggu, saya pun mendapat surel info kelulusan. Yeay, senang (banget), apalagi menjadi salah satu dari 25 peserta terpilih dari 199 pendaftar. Sayangnya, saat itu belum bisa langsung konfirmasi kehadiran, karena mesti mempertimbangkan beberapa hal karena tanggal 3 Agustus adalah hari terakhir pelaksanaan Coding Mum dan saya perlu presentasi website, izin suami (paling utama, apalagi my first support system ini always say YES for positive activities), jadwal siang untuk mengASI baby Salam. . .

Monday, August 19, 2019

Coding Mum Aceh 2019, Sebuah Proses Belajar Hal Baru



27 Juli – 3 Agustus 2018 adalah hari-hari penuh dengan pembelajaran baru. Saya mengikuti sebuah kegiatan bertajuk Coding Mum yang dilaksanakan di Hellotive, sebuah co-working space yang ada di Banda Aceh.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bekraf, Kollanomad, Gumugu Academy dan Hellotive ini diikuti oleh 80 perempuan yang ada di Aceh, yang dibagi dalam kelas pagi dan siang. Di sini pulalah, saya bisa berjejaring dengan para perempuan yang ingin terus berkarya dengan kemampuan mereka, terlepas dari kesibukan sebagai ibu rumah tangga, guru, mahasiswa serta kesibukan lainnya.


Sejak hari pertama saya yang sedari awal tidak tahu apa-apa perihal programming, sudah mulai tahu sedikit tentang bagaimana seorang programmer bekerja. Masih sedikit, tapi itu yang ingin buat saya terus belajar. Saya terus semangat belajaar, apalagi kelas memang dikonsep menyenangkan dan menenangkan.

Monday, August 5, 2019

Aceh Peace Camp 2019

pemberangkatan relawan menuju desa


Banyak orang yang mengaku cinta damai,. Kenyataannya, perkelahian, peperangan hingga pembantaian menjadi semakin ramai. Harmonisasi antar-manusia pun seringkali menjadi hal langka untuk ditemukan dalam tatanan kehidupan di dunia kini.

Penjajahan dan blokade puluhan tahun yang membuat kehidupan orang-orang di Palestina menjadi teraniaya, pembersihan etnis Rohingya di Myanmar yang menyebabkan banyak jiwa terenggut, lebih dari setengah populasi di Haiti hidup dengan penghasilan kurang dari USD 2 per hari hingga menjadikan penduduk negara ini banyak yang menderita kelaparan, pembunuhan sesama anggota keluarga adalah beberapa contoh hasil kehidupan anti-damai yang diciptakan oleh orang-orang yang ingin menindas.

Di satu sisi, kondisi kekinian yang terjadi menyebabkan segelintir orang menjadi lebih mengerti tentang pentingnya perdamaian untuk menciptakan kehidupan yang aman, nyaman dan penuh toleransi. Kesadaran ini tentu saja perlu ditindaklanjuti.

Monday, May 27, 2019

Buka Puasa Bersama Merawat Kebersamaan




Bulan Ramadan menjadi waktu istimewa untuk melakukan ibadah karena di bulan suci inilah, Allah melipatgandakan pahala dan berkah dari segala kebaikan. Kesempatan yang baik ini tentu sayang untuk dilewatkan, apalagi kita tak tahu apakah tahun depan kita masih bisa bertemu dengan bulan yang lebih baik dari 1000 bulan ini atau tidak. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan adalah memaksimalkan kesempatan dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah, Sang Maha Pencipta dan melakukan hal-hal baik.

Selain menjadi momentum untuk memaksimalkan ibadah, bulan Ramadan juga menjadi ajang silaturahmi. Tak heran, jika grup Whatsapp akan semakin ramai dengan ajakan buka bersama sambil reuni dengan teman-teman lama, misalnya teman SD, SMP, SMA, kuliah maupun komunitas.

Momentum silaturahmi ini juga menjadi salah satu tujuan diadakannya Buka Puasa Bersama oleh Rumah Relawan Remaja (3R). Buka Puasa yang dilaksanakan pada hari Ahad, tanggal 19 Februari 2019 ini mengundang para relawan yang pernah terlibat di berbagai kegiatan 3R, semisal Peace Camp, Community Sharing dan Kelas Ekstra Bahasa Isyarat. Selain itu, komunitas yang bergerak di ranah sosial ini juga mengundang komunitas-komunitas lainnya serta para tetangga yang ada di sekitar sekretariat 3R di Gampong Lam Lumpu.

Thursday, February 7, 2019

Cita-cita

sumber gambar : @_katahatikita


Lula, Rahma dan Sarah, anak-anak perempuan kelas 3 di sebuah sekolah menengah pertama di desa Suka Mundur. Tidak seperti nama desanya, orang-orang di sini berpikiran maju. Termasuk ketiga anak ini, yang pada suatu sore duduk termenung bersama. 

Mereka berpikir tentang cita-cita. Hal ihwalnya adalah saat pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu oleh Pak Dana. Guru yang identik dengan kacamata warna-warni itu menugaskan para siswanya membuat 1 tulisan berisi cita-cita mereka yang harus dilengkapi dengan beberapa alasan.

Lula yang sebelumnya tidak pernah berpikir tentang cita-cita akhirnya bergumam kepada kedua temannya "nanti aku bercita-cita menjadi guru. Alasannya sederhana, karena jadi guru itu gampang, cukup buka buku, baca yang ada didalamnya, lalu beri tugas atau PR ke siswa. Selain itu, bisa tidak datang berhari-hari, seperti guru Bahasa Inggris, Matematika, Olahraga dan lain-lain di sekolah kita ini. Eh, kok ternyata banyak yang sering ga hadir yah," Lula pun tertawa.

Rahma tak mau ketinggalan "aku ingin menjadi Tuan Putri yang menanti sang pangeranku datang. Sayangnya, sebelum sang pangeran menemuiku, dia harus melewati Nenek Lampir dengan sapu terbang dan kantong ajaibnya. Nenek Lampir ini kupilih dari rangkaian seleksi nenek-nenek tangguh. Tujuannya sederhana, ingin melihat seberapa tangkas dan cerdasnya pangeran yang akan mendampingiku kelak.

Lula pun menimpali Rahma. "Apa itu mungkin?"

Rahma dengan singkat dan yakin menjawab "Ga tau juga sih, namanya juga cita-cita. Bebas kan? Lagi pula nanti zaman Revolusi Industri melebihi generasi keempat, jadi bisa aja sih. 

Sarah mulai pusing ketika ditanya oleh kedua temannya, "aku masih bingung."

"Hm....," Rahma bergumam serupa intro lagu yang dipopulerkan Nisa Sabyan.

"Aku sederhana saja. Hanya bercita-cita jadi ibu rumah tangga. Ga mau sekolah, meskipun kebun berhektar-hektar. Aku, cukup menjadi perempuan menunggu seseorang yang ingin meminangku dan menjaga kebunku nanti," akhirnya Sarah ada ide.

Lula akhirnya menimpali "hahaha...ya juga sih, ujung-ujungnya kita jadi ibu rumah tangga yah. Eh, memangnya Sarah ada kebun?"

Sarah tersenyum sinis "hehehe, kan bagian dari cita-cita."

* * *
Tulisan ini diikutkan pada tantangan kesembilan @_katahatikita dengan tagar #katahatiproduction dan #katahatichallenge.


Penanggungjawab : @syahriiaan

Tuesday, February 5, 2019

Pengungsi Rohingya Hidup dalam Kotak



Setelah menghabiskan waktu di tempat tidur, aku memutuskan untuk mandi lalu mengenakan gamis dan jilbab berwarna hijau yang padu padan. Untunglah, setelah siap, Rini; sahabatku baru tiba. “Dia tidak butuh waktu lama menungguku,” gumamku lalu menuju keluar rumah.

Rini lalu mengemudikan motor memboncengku dari arah Darussalam menuju Peukan Bada. Hari itu, kami ingin mengikuti gelar wicara diadakan oleh komunitas Rumah Relawan Remaja dengan tajuk Jejak-jejak Pengungsi Rohingya di Bangladesh

Sekitar 30 menit, kami tiba di sebuah rumah berkonstruksi kayu berlantai tiga. Ada spanduk besar bertuliskan Sekretariat Rumah Relawan Remaja di depan rumah tersebut. Hal ini membuat Rini dan aku yakin bahwa kami tidak salah tujuan, sesuai dengan google maps yang sedari tadi jadi panduan.

Seorang perempuan muncul dan menyambut kami dengan senyum hangat.
“Mau ikut sharing session?” tanyanya.
“Iya kak,” jawabku singkat
Perempuan itu lalu mengantarku dan Rini menuju lantai 2. Di sana, sesi gelar wicara ternyata sudah dimulai.
“Sudah lama kak?” tanyaku pada perempuan yang akhirnya kuketahui bernama Ica
“Belum kok, baru sekitar 5 menit.”
Kami lalu duduk melingkar bersama para partisipan lainnya. Setelah kuhitung, ada sekitar  25 orang yang hadir. Aku lalu menyimak dengan saksama penjelasan tentang pengenalan komunitas yang disingkat 3R yang fokus pada pendidikan perdamaian, termasuk untuk mereka yang terdampak konflik dan bencana. Oleh karena itu, beberapa program untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh juga  para relawan 3R lakukan sebagai bagian dari respon mereka.

Aku menangis melihat video berdurasi 20 menit tentang perjalanan para relawan di kamp pengungsi di Bangladesh yang diputar setelah penjelasan singkat tentang komunitas yang berdiri sejak tahun 2013 di Aceh itu. Pikiranku beramuk. Bagaimana bisa mereka dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa berada di kamp-kamp yang sangat kotor? Bagaimana bisa mereka tidak diperkenankan keluar dari batas kamp mereka? Bagaimana bisa mereka terusir dari Myanmar yang merupakan negara mereka sendiri dan harus melarikan diri ke Bangladesh; negeri seberang? Masih banyak pertanyaan lain yang muncul di kepalaku.

“Rini, adilkah dunia ini?” bisikku pada Rini saat pemutaran video telah usai.
Kulihat, mata Rini pun berkaca-kaca.
“Sepertinya tidak Mi, mereka bagaikan manusia-manusia dalam kotak, yang tidak boleh keluar dari batas yang telah ditentukan untuk mereka,” jawab Rini
“Yah, bibir mereka terkunci rapat tidak bisa bersuara, langkah mereka terbatas serta hidup mereka penuh ketidakjelasan karena tidak mendapatkan kewarganegaraan. Betul katamu, seperti hidup dalam kotak.”  Aku menimpali Rini.

Kami lalu terdiam sejenak. Aku pun menunggu giliran untuk mempertanyakan beberapa hal kepada para relawan selama mereka berada di kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, sebuah negara miskin yang sepertinya pun terpaksa menerima arus pengungsi dari Myanmar.

* * * 
Ini adalah sebuah cerpen untuk menjawab tantangan kedelapan @_katahatikita dengan tagar #katahatiproduction dan #katahatichallenge

Penanggungjawab tantangan kedepalan adalah @arcotransep

Wednesday, January 30, 2019

Sebuah Cita-cita Untuk Tidak Menyekolahkannya

sumber gambar

Saat ini, anak pertamaku dan suami berusia 3 bulan. Kami memberinya nama Adli Salam. Kami juga memiliki satu cita-cita untuknya. Kelak, kami tidak ingin menyekolahkannya. Alasannya sederhana, yaitu banyak sekolah yang tidak mendidik malah mematikan kreatifitas dan potensi para siswanya

Keinginan kuat untuk tidak menyekolahkan Salam tentu membuat kami berpikir metode pendidikan yang sesuai untuknya. Berdasarkan pengalaman mengajarku yang lebih 12 tahun di berbagai tingkatan sekolah dan pengetahuan yang kuperoleh hingga meraih gelar Master Pendidikan serta kemampuan suami di berbagai hal yang merupakan alumni Teknik Sipil, kami pun memutuskan bahwa yang terpenting adalah Salam mempelajari berbagai hal tentang kecakapan hidup dengan berbagai metode pendidikan yang menyenangkan. Tapi, sekali lagi, tidak dengan sekolah yang mengharuskan anak kami datang sebelum pukul 7 pagi, pulang siang bahkan sore dengan setumpuk PR, pakaian seragam serta hal-hal mengikat lainnya.

Tidak sekolah bukan berarti tidak berpendidikan. Tentu saja, pendidikan itu pertama kali akan didapatkan oleh orang-orang sekeliling Salam, apalagi dari kami kedua orangtuanya. Pendidikan yang diperolehnya kelak akan bermula dari pendidikan karakter, dengan sebuah harapan untuk menjadikan Salam sebagai sosok pemuda dengan karakter yang kuat secara fisik, mental dan spiritual.

Monday, January 28, 2019

Rumah Paradoks

sumber gambar : @_katahatikita


Rumahku tak lagi jatuh ke bumi
rima mistik kebarat-baratan meyakini semesta berinflasi
tiada gravitasi
hanya nurani yang mati suri.


O, aku pernah merindu, akhirnya serupa lalat dalam lilin
aku beruntung, ada rumahmu serupa salju membakar suam dari bongkahan es
membuka misteri dibalik tirai yang terbuka


Iya, aku patut mengucap terima kasih
untuk cintamu yang mencintai tanpa apapun, kosong yang penuh isi!
untuk rumahmu yang penuh dengan penggalan puisi Horace.

Aceh, 28 Januari 2019
* * *

Puisi ini untuk menjawab tantangan keempat @_katahatikita dengan tagar #katahatiproduction dan #katahatichallenge
Penanggungjawab tema : @arcotransep

Saturday, January 26, 2019

Lagu Berjudul “Dia”; Sebuah Kenangan Tentang Seseorang


Nak, ini tentang sebuah lagu dan banyak kenangan didalamnya
Oh Tuhan, kucinta dia
Kusayang dia, rindu dia, inginkan dia
Utuhkanlah rasa cinta di hatiku
Hanya padanya
Untuk dia
* * *
Nak, tiba-tiba malam ini Ummi bersenandung lirih menyanyikan lagu berjudul Dia yang dipopulerkan Anji, sesekali melirik ayahmu yang sibuk membaca sebuah majalah dan kamu yang sedang tertidur lelap. 

Nak, mari Ummi ceritakan makna dari lagu Dia yang membuat Ummi tiba-tiba tersenyum! Lagu itu mengingatkan Ummi tentang seseorang yang dulu menjadi salah satu alasan kuat untuk melihat hal-hal positif dari ketakutan dan kekhawatiran. Lagu itu juga menjadi ungkapan rindu yang sering Ummi perdengarkan ketika menelponnya, kegiatan pelepas rindu untuk memangkas jarak antara Aceh dan Makassar kala itu Nak. Yang sedikit berlebihan, beberapa kali Ummi meneteskan airmata saat menyanyikan lagu itu, berharap waktu itu Ummi sudah ada disampingnya dan menemaninya dalam suka duka. 

Ah, kalau diingat-ingat, lagu berjudul Dia menjadi salah satu "soundtrack" kehidupan cinta Ummi dan seseorang itu Nak. Pun hingga kini, saat Ummi dan dia semakin jauh berjalan bersama, membuat Ummi jatuh cinta setiap harinya apalagi ketika jarak Aceh dan Makassar telah terpangkas karena Ummi kini menjadi istrinya. Yah, dia adalah Ayahmu Nak, sosok laki-laki yang selalu Ummi dambakan dan rindukan.

Tulisan ini adalah tantangan ketiga dari @_katahatikita dengan #katahatiproduction dan #katahatichallenge. Penanggungjawab tema tantangan menginterpretasi lagu ini adalah @amelwidyaa

Wednesday, January 23, 2019

Pernikahan Kami Bukan Sekadar Penyatuan Dua Keluarga, Tapi Sebuah Pelajaran Untuk Dua Kebudayaan

Kelak akan kukisahkan padamu nak tentang pernikahan ummi dan ayah yang menggunakan adat Bugis dan Aceh. Ummi yakin, kamu akan bahagia mendengarnya.
bersama keluarga dari Makassar
Nak, pernikahan ummi dan ayah dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2017. Hari itu, ummi dan ayah bahagia, perjuangan akan cinta dan cita-cita seolah terangkum menjadi sejuta senyum setelah janji akad tertunaikan. Hari itu semakin dilengkapi dengan kebahagiaan merasakan langsung prosesi pernikahan adat suku Bugis. "Tenang saja nak, kapan-kapan Ummi ceritakan tentang adat pernikahan suku ummi yah. Kali ini, izinkan ummi bercerita tentang adat pernikahan ayahmu, yaitu adat Aceh Selatan yang diadakan beberapa bulan setelah akad nikah dan resepsi ummi dan ayah di kota Makassar.

Nak, resepsi pernikahan ummi dan ayah di Aceh Selatan diadakan pada tanggal 3 dan 4 Februari 2018. Prosesinya sebenarnya panjang dan berhari-hari, namun karena akad telah tertunaikan dan ummi berasal dari provinsi lain, akhirnya hanya sebagian prosesi yang dilaksanakan. Tentu saja ini tak mengurangi kesakralan dan kebahagiaan kami. Meskipun begitu, sebelum kami datang, keluarga ayah melewati beberapa proses seperti permohonan maaf dan izin kepada pemerintah setempat serta bermufakat bersama keluarga besar

Tanggal 3 Februari 2018, tepatnya setelah shalat isya, diadakan Peusijuk, berarti didinginkan. Ummi dan ayah didudukkan bersebelahan. Setelah itu, secara bergantian keluarga ayah memberikan tepung tawar kepada ummi dan ayah sebagai simbol agar keluarga kita "adem" dan menggunakan otak dingin dalam kehidupan kedepannya. Lalu, ummi dipasangkan inai sepanjang malam hingga pagi tiba. Kalau di adat pernikahan Bugis, ini seperti prosesi Mapacci.
prosesi Peusijuk oleh orang tua suami
Keesokan harinya d tanggal 4 Februari 2018, setelah mengenakan pakaian tradisional Aceh, ummi dan  ayah beserta rombongan keluarga ummi; termasuk kakek, nenek dan  adik ummi yang datang dari Makassar mengunjungi rumah ayah. Hari itulah, ummi diantar sebagai istri. Prosesi ini disebut Tueng Dara Baro berarti mengundang mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki.
persiapan menuju rumah suami


penyambutan

Sebelum memasuki rumah dan duduk di kursi pelaminan, rombongan ummi disambut oleh tarian Ranup Lampuan yang diiringi oleh alunan Serunai Kale, sebuah alat musik tradisional Aceh. Ummi dan ayah lalu dipersilahkan duduk dipelaminan. Setelah itu, diadakan prosesi Laga Ayam yang berarti adu ayam. Di prosesi ini, tangan ummi dan ayah yang beradu cepat. Setelah itu, kami saling menyuapi aneka hidangan dengan beragam rasa sebagai gambaran bahwa setelah pernikahan akan ada beragam hal yang kami rasakan. Kemudian, kami saling meminumkan air yang telah dihidangkan. Lalu, bersalaman dengan para tamu yang merupakan undangan dari keluarga ayah. Resepsi ini berlangsung hingga tengah malam. Di malam hari, diadakan pentas seni tradisional yang dimainkan oleh para anggota sanggar seni Seulaweut, UKM Seni UIN Ar-Raniry yang ayah datangkan langsung dari Banda Aceh. Nak, malam itu mereka tampil sangat maksimal menunjukkan beberapa kesenian semisal Rapa'i Geleng dan Saman Gayo. 
anggota Sanggar Seni Seulaweut





Nak, semoga cerita pernikahan ummi dan ayah di Aceh Selatan menjadi tambahan pemahamanmu tentang kebudayaan. Hingga kamu pun semakin belajar bahwa pernikahan kami; ummi dan ayahmu bukan sekadar penyatuan dua keluarga, tapi juga pelajaran dua kebudayaan. Nanti, ummi akan cerita lagi tentang prosesi pernikahan adat Bugis yah, Insya Allah.
akan ada tulisan tentang adat pernikahan suku Bugis. "Just wait!" :)

tulisan ini sebagai bagian pemenuhan tantangan ke-2 Kata Hati Production

Monday, January 21, 2019

Kelahiranmu, Salah Satu Bukti Mahakuasa Allah

Salam bersama Ummi dan Ayah di Pantai Lampuuk, Aceh

Nak, 9 Oktober 2018, tepatnya pukul 1.49 Waktu Indonesia Barat, kamu lahir dengan berat 2,56 kilogram. Tak hentinya Ummi bersyukur untuk kelahiranmu yang akhirnya harus melalui jalur operasi, setelah Ummi mencoba ke klinik seorang bidan agar bisa melahirkan dengan jalur normal.

Nak, kelahiranmu membuat banyak orang bahagia. Selain Ummi, ayah juga luar biasa girang meski sesaat sebelum mendengar jerit tangismu, ayah harus menunggu dengan berjuta doa di luar ruangan operasi. Keluarga-keluarga dari pihak ayah dan Ummi juga luar biasa terharu, meski hanya bisa mengetahui kabar kedatangamu di dunia ini beberapa jam setelah kamu lahir. Yah, keluarga ayah di Aceh Selatan dan keluarga Ummi di Makassar dan telah menyiapkan tiket untuk datang ke Aceh Di tanggal 20 Oktober 2018.

Nak, kedatanganmu memang terkesan tiba-tiba, sekitar 2 minggu dari perkiraan. Entah Ummi yang salah prediksi waktu atau memang kamu ingin cepat melihat dunia fana ini.

Nak, sore hari di tanggal 8 Oktober 2018, mungkin kamu merasakan saat-saat Ummi mengikuti rapat evaluasi komunitas The Floating School serta mempersiapkan kedatangan tamu-tamu komunitas Rumah Relawan Remaja. Saat itu, ketuban telah pecah, namun dasar Ummi ini kurang ilmu dan belum sadar, bahkan masih berkeliling Banda Aceh menyiapkan beberapa hal. Alhasil, sekitar jam 11 malam, barulah Ummi memutuskan ke bidan. Saat bidan mengatakan pecah ketuban, Ummi mulai panik. Alhamdulillah, ayah selalu ada menenangkan Ummi. Akhirnya, Ummi dan ayah disarankan ke dokter praktek sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Harapan Bunda.

Nak, Ummi dan ayah sepakat menamaimu Adli Salam yang berarti adil dan damai. Kami pun lebih memilih orang-orang memanggilmu Salam, meskipun di zaman modern ini terkesan kuno tapi ada banyak doa dalam namamu nak. Selain damai, bisa juga diartikan selamat. Bukankah nama adalah doa?

Nak kini usiamu telah memasuki 3 bulan 11 hari. Saat melihatmu tertawa, mencoba menggenggam barang-barang, memasukkan jemari ke mulut, menikmati ASI dengan lahapnya dan berbagai tingkah menggemaskanmu membuat Ummi bahagia tak terkira. Kamulah hadiah pernikahan satu tahun terindah dari Sang Pencipta untuk Ummi dan Ayah. Kelahiranmu adalah pelajaran besar untuk pengorbanan seorang perempuan serta hasil doa luar biasa seorang lelaki pada setiap kelahiran anak yang didambakan. Kelahiranmu adalah salah satu bukti Mahakuasa Allah