Wednesday, January 30, 2019

Sebuah Cita-cita Untuk Tidak Menyekolahkannya

sumber gambar

Saat ini, anak pertamaku dan suami berusia 3 bulan. Kami memberinya nama Adli Salam. Kami juga memiliki satu cita-cita untuknya. Kelak, kami tidak ingin menyekolahkannya. Alasannya sederhana, yaitu banyak sekolah yang tidak mendidik malah mematikan kreatifitas dan potensi para siswanya

Keinginan kuat untuk tidak menyekolahkan Salam tentu membuat kami berpikir metode pendidikan yang sesuai untuknya. Berdasarkan pengalaman mengajarku yang lebih 12 tahun di berbagai tingkatan sekolah dan pengetahuan yang kuperoleh hingga meraih gelar Master Pendidikan serta kemampuan suami di berbagai hal yang merupakan alumni Teknik Sipil, kami pun memutuskan bahwa yang terpenting adalah Salam mempelajari berbagai hal tentang kecakapan hidup dengan berbagai metode pendidikan yang menyenangkan. Tapi, sekali lagi, tidak dengan sekolah yang mengharuskan anak kami datang sebelum pukul 7 pagi, pulang siang bahkan sore dengan setumpuk PR, pakaian seragam serta hal-hal mengikat lainnya.

Tidak sekolah bukan berarti tidak berpendidikan. Tentu saja, pendidikan itu pertama kali akan didapatkan oleh orang-orang sekeliling Salam, apalagi dari kami kedua orangtuanya. Pendidikan yang diperolehnya kelak akan bermula dari pendidikan karakter, dengan sebuah harapan untuk menjadikan Salam sebagai sosok pemuda dengan karakter yang kuat secara fisik, mental dan spiritual.

Monday, January 28, 2019

Rumah Paradoks

sumber gambar : @_katahatikita


Rumahku tak lagi jatuh ke bumi
rima mistik kebarat-baratan meyakini semesta berinflasi
tiada gravitasi
hanya nurani yang mati suri.


O, aku pernah merindu, akhirnya serupa lalat dalam lilin
aku beruntung, ada rumahmu serupa salju membakar suam dari bongkahan es
membuka misteri dibalik tirai yang terbuka


Iya, aku patut mengucap terima kasih
untuk cintamu yang mencintai tanpa apapun, kosong yang penuh isi!
untuk rumahmu yang penuh dengan penggalan puisi Horace.

Aceh, 28 Januari 2019
* * *

Puisi ini untuk menjawab tantangan keempat @_katahatikita dengan tagar #katahatiproduction dan #katahatichallenge
Penanggungjawab tema : @arcotransep

Saturday, January 26, 2019

Lagu Berjudul “Dia”; Sebuah Kenangan Tentang Seseorang


Nak, ini tentang sebuah lagu dan banyak kenangan didalamnya
Oh Tuhan, kucinta dia
Kusayang dia, rindu dia, inginkan dia
Utuhkanlah rasa cinta di hatiku
Hanya padanya
Untuk dia
* * *
Nak, tiba-tiba malam ini Ummi bersenandung lirih menyanyikan lagu berjudul Dia yang dipopulerkan Anji, sesekali melirik ayahmu yang sibuk membaca sebuah majalah dan kamu yang sedang tertidur lelap. 

Nak, mari Ummi ceritakan makna dari lagu Dia yang membuat Ummi tiba-tiba tersenyum! Lagu itu mengingatkan Ummi tentang seseorang yang dulu menjadi salah satu alasan kuat untuk melihat hal-hal positif dari ketakutan dan kekhawatiran. Lagu itu juga menjadi ungkapan rindu yang sering Ummi perdengarkan ketika menelponnya, kegiatan pelepas rindu untuk memangkas jarak antara Aceh dan Makassar kala itu Nak. Yang sedikit berlebihan, beberapa kali Ummi meneteskan airmata saat menyanyikan lagu itu, berharap waktu itu Ummi sudah ada disampingnya dan menemaninya dalam suka duka. 

Ah, kalau diingat-ingat, lagu berjudul Dia menjadi salah satu "soundtrack" kehidupan cinta Ummi dan seseorang itu Nak. Pun hingga kini, saat Ummi dan dia semakin jauh berjalan bersama, membuat Ummi jatuh cinta setiap harinya apalagi ketika jarak Aceh dan Makassar telah terpangkas karena Ummi kini menjadi istrinya. Yah, dia adalah Ayahmu Nak, sosok laki-laki yang selalu Ummi dambakan dan rindukan.

Tulisan ini adalah tantangan ketiga dari @_katahatikita dengan #katahatiproduction dan #katahatichallenge. Penanggungjawab tema tantangan menginterpretasi lagu ini adalah @amelwidyaa

Wednesday, January 23, 2019

Pernikahan Kami Bukan Sekadar Penyatuan Dua Keluarga, Tapi Sebuah Pelajaran Untuk Dua Kebudayaan

Kelak akan kukisahkan padamu nak tentang pernikahan ummi dan ayah yang menggunakan adat Bugis dan Aceh. Ummi yakin, kamu akan bahagia mendengarnya.
bersama keluarga dari Makassar
Nak, pernikahan ummi dan ayah dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2017. Hari itu, ummi dan ayah bahagia, perjuangan akan cinta dan cita-cita seolah terangkum menjadi sejuta senyum setelah janji akad tertunaikan. Hari itu semakin dilengkapi dengan kebahagiaan merasakan langsung prosesi pernikahan adat suku Bugis. "Tenang saja nak, kapan-kapan Ummi ceritakan tentang adat pernikahan suku ummi yah. Kali ini, izinkan ummi bercerita tentang adat pernikahan ayahmu, yaitu adat Aceh Selatan yang diadakan beberapa bulan setelah akad nikah dan resepsi ummi dan ayah di kota Makassar.

Nak, resepsi pernikahan ummi dan ayah di Aceh Selatan diadakan pada tanggal 3 dan 4 Februari 2018. Prosesinya sebenarnya panjang dan berhari-hari, namun karena akad telah tertunaikan dan ummi berasal dari provinsi lain, akhirnya hanya sebagian prosesi yang dilaksanakan. Tentu saja ini tak mengurangi kesakralan dan kebahagiaan kami. Meskipun begitu, sebelum kami datang, keluarga ayah melewati beberapa proses seperti permohonan maaf dan izin kepada pemerintah setempat serta bermufakat bersama keluarga besar

Tanggal 3 Februari 2018, tepatnya setelah shalat isya, diadakan Peusijuk, berarti didinginkan. Ummi dan ayah didudukkan bersebelahan. Setelah itu, secara bergantian keluarga ayah memberikan tepung tawar kepada ummi dan ayah sebagai simbol agar keluarga kita "adem" dan menggunakan otak dingin dalam kehidupan kedepannya. Lalu, ummi dipasangkan inai sepanjang malam hingga pagi tiba. Kalau di adat pernikahan Bugis, ini seperti prosesi Mapacci.
prosesi Peusijuk oleh orang tua suami
Keesokan harinya d tanggal 4 Februari 2018, setelah mengenakan pakaian tradisional Aceh, ummi dan  ayah beserta rombongan keluarga ummi; termasuk kakek, nenek dan  adik ummi yang datang dari Makassar mengunjungi rumah ayah. Hari itulah, ummi diantar sebagai istri. Prosesi ini disebut Tueng Dara Baro berarti mengundang mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki.
persiapan menuju rumah suami


penyambutan

Sebelum memasuki rumah dan duduk di kursi pelaminan, rombongan ummi disambut oleh tarian Ranup Lampuan yang diiringi oleh alunan Serunai Kale, sebuah alat musik tradisional Aceh. Ummi dan ayah lalu dipersilahkan duduk dipelaminan. Setelah itu, diadakan prosesi Laga Ayam yang berarti adu ayam. Di prosesi ini, tangan ummi dan ayah yang beradu cepat. Setelah itu, kami saling menyuapi aneka hidangan dengan beragam rasa sebagai gambaran bahwa setelah pernikahan akan ada beragam hal yang kami rasakan. Kemudian, kami saling meminumkan air yang telah dihidangkan. Lalu, bersalaman dengan para tamu yang merupakan undangan dari keluarga ayah. Resepsi ini berlangsung hingga tengah malam. Di malam hari, diadakan pentas seni tradisional yang dimainkan oleh para anggota sanggar seni Seulaweut, UKM Seni UIN Ar-Raniry yang ayah datangkan langsung dari Banda Aceh. Nak, malam itu mereka tampil sangat maksimal menunjukkan beberapa kesenian semisal Rapa'i Geleng dan Saman Gayo. 
anggota Sanggar Seni Seulaweut





Nak, semoga cerita pernikahan ummi dan ayah di Aceh Selatan menjadi tambahan pemahamanmu tentang kebudayaan. Hingga kamu pun semakin belajar bahwa pernikahan kami; ummi dan ayahmu bukan sekadar penyatuan dua keluarga, tapi juga pelajaran dua kebudayaan. Nanti, ummi akan cerita lagi tentang prosesi pernikahan adat Bugis yah, Insya Allah.
akan ada tulisan tentang adat pernikahan suku Bugis. "Just wait!" :)

tulisan ini sebagai bagian pemenuhan tantangan ke-2 Kata Hati Production

Monday, January 21, 2019

Kelahiranmu, Salah Satu Bukti Mahakuasa Allah

Salam bersama Ummi dan Ayah di Pantai Lampuuk, Aceh

Nak, 9 Oktober 2018, tepatnya pukul 1.49 Waktu Indonesia Barat, kamu lahir dengan berat 2,56 kilogram. Tak hentinya Ummi bersyukur untuk kelahiranmu yang akhirnya harus melalui jalur operasi, setelah Ummi mencoba ke klinik seorang bidan agar bisa melahirkan dengan jalur normal.

Nak, kelahiranmu membuat banyak orang bahagia. Selain Ummi, ayah juga luar biasa girang meski sesaat sebelum mendengar jerit tangismu, ayah harus menunggu dengan berjuta doa di luar ruangan operasi. Keluarga-keluarga dari pihak ayah dan Ummi juga luar biasa terharu, meski hanya bisa mengetahui kabar kedatangamu di dunia ini beberapa jam setelah kamu lahir. Yah, keluarga ayah di Aceh Selatan dan keluarga Ummi di Makassar dan telah menyiapkan tiket untuk datang ke Aceh Di tanggal 20 Oktober 2018.

Nak, kedatanganmu memang terkesan tiba-tiba, sekitar 2 minggu dari perkiraan. Entah Ummi yang salah prediksi waktu atau memang kamu ingin cepat melihat dunia fana ini.

Nak, sore hari di tanggal 8 Oktober 2018, mungkin kamu merasakan saat-saat Ummi mengikuti rapat evaluasi komunitas The Floating School serta mempersiapkan kedatangan tamu-tamu komunitas Rumah Relawan Remaja. Saat itu, ketuban telah pecah, namun dasar Ummi ini kurang ilmu dan belum sadar, bahkan masih berkeliling Banda Aceh menyiapkan beberapa hal. Alhasil, sekitar jam 11 malam, barulah Ummi memutuskan ke bidan. Saat bidan mengatakan pecah ketuban, Ummi mulai panik. Alhamdulillah, ayah selalu ada menenangkan Ummi. Akhirnya, Ummi dan ayah disarankan ke dokter praktek sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Harapan Bunda.

Nak, Ummi dan ayah sepakat menamaimu Adli Salam yang berarti adil dan damai. Kami pun lebih memilih orang-orang memanggilmu Salam, meskipun di zaman modern ini terkesan kuno tapi ada banyak doa dalam namamu nak. Selain damai, bisa juga diartikan selamat. Bukankah nama adalah doa?

Nak kini usiamu telah memasuki 3 bulan 11 hari. Saat melihatmu tertawa, mencoba menggenggam barang-barang, memasukkan jemari ke mulut, menikmati ASI dengan lahapnya dan berbagai tingkah menggemaskanmu membuat Ummi bahagia tak terkira. Kamulah hadiah pernikahan satu tahun terindah dari Sang Pencipta untuk Ummi dan Ayah. Kelahiranmu adalah pelajaran besar untuk pengorbanan seorang perempuan serta hasil doa luar biasa seorang lelaki pada setiap kelahiran anak yang didambakan. Kelahiranmu adalah salah satu bukti Mahakuasa Allah