Dokumentasi Rumah Relawan Remaja |
Dua pekan lalu, saya kembali mengunjungi salah satu desa terpencil di Pulo Breuh (sebuah pulau terpencil di Aceh) bernama desa Lapeng. Di desa tersebut, program Pustaka Kampung Impian telah diinisiasi Komunitas Rumah Relawan Remaja sejak tahun 2016 hingga kini. Program Pendidikan alternatif ini dilaksanakan dengan mengirimkan para fasilitator secara rutin sebagai relawan pada berbagai kelas dan mendatangkan buku-buku bacaan yang menarik. Program ini hadir melihat tidak adanya pustaka yang bisa menjadi sarana belajar untuk anak-anak desa demi membuka akses pengetahuan yang lebih layak, yang seharusnya mereka terima sebagai anak-anak bangsa.
Acapkali, ketika saya dan teman-teman kesana datang, kami membawa buku-buku baru yang didapatkan dari hasil donasi orang baik yang tersebar dari berbagai penjuru negeri. Saat menurunkan buku-buku tersebut, anak-anak desa Lapeng langsung menunjukkan antusias membaca buku-buku yang ada. Anak-anak yang belum bisa membaca pun, namun tertarik pada gambar di buku tersebut, terkadang menarik para relawan untuk dibacakan buku.
Pernah suatu ketika, kami tidak membawa buku. Ada anak yang bertanya “Kak, kenapa tidak bawa buku baru?” Ada juga bertanya “Kapan kakak bawa buku lagi? Buku yang ada di sini sudah kami baca.
”Pertanyaan dan ungkapan itu sederhana bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi saya, pun bagi relawan lain. Ini memberikan kesan mendalam bahwa banyak diantara mereka yang memiliki kecintaan pada buku dan selalu haus pada pengetahuan baru.
Hingga akhirnya, saya sering berkata bahwa pustaka kecil yang komunitas kamu bangun dengan hati lapang dan dibantu oleh masyarakat setempat, terus berusaha mendekatkan buku-buku bacaan demi mengembangkan budaya baca tanpa diskriminasi, untuk mereka : anak-anak dan masyarakat di desa terpencil. Karena buku bacaan yang layak sebagai bagian dari pendidikan yang layak, harus didapatkan oleh siapapun, baik yang tinggal di kota, maupun di desa
Aceh, 27 November 2020