sumber gambar |
Saat
ini, anak pertamaku dan suami berusia 3 bulan. Kami memberinya nama Adli Salam.
Kami juga memiliki satu cita-cita untuknya. Kelak, kami tidak ingin
menyekolahkannya. Alasannya sederhana, yaitu banyak sekolah yang tidak mendidik
malah mematikan kreatifitas dan potensi para siswanya
Keinginan
kuat untuk tidak menyekolahkan Salam tentu membuat kami berpikir metode
pendidikan yang sesuai untuknya. Berdasarkan pengalaman mengajarku yang lebih
12 tahun di berbagai tingkatan sekolah dan pengetahuan yang kuperoleh hingga
meraih gelar Master Pendidikan serta kemampuan suami di berbagai hal yang
merupakan alumni Teknik Sipil, kami pun memutuskan bahwa yang terpenting adalah
Salam mempelajari berbagai hal tentang kecakapan hidup dengan berbagai metode
pendidikan yang menyenangkan. Tapi, sekali lagi, tidak dengan sekolah yang
mengharuskan anak kami datang sebelum pukul 7 pagi, pulang siang bahkan sore
dengan setumpuk PR, pakaian seragam serta hal-hal mengikat lainnya.
Tidak
sekolah bukan berarti tidak berpendidikan. Tentu saja, pendidikan itu pertama
kali akan didapatkan oleh orang-orang sekeliling Salam, apalagi dari kami kedua
orangtuanya. Pendidikan yang diperolehnya kelak akan bermula dari pendidikan
karakter, dengan sebuah harapan untuk menjadikan Salam sebagai sosok pemuda
dengan karakter yang kuat secara fisik, mental dan spiritual.