Kelak akan kukisahkan padamu nak tentang pernikahan ummi dan
ayah yang menggunakan adat Bugis dan Aceh. Ummi yakin, kamu akan bahagia
mendengarnya.
bersama keluarga dari Makassar |
Nak, pernikahan ummi
dan ayah dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2017.
Hari itu, ummi dan ayah bahagia, perjuangan akan cinta dan cita-cita seolah
terangkum menjadi sejuta senyum setelah janji akad tertunaikan. Hari itu
semakin dilengkapi dengan kebahagiaan merasakan langsung prosesi pernikahan
adat suku Bugis. "Tenang saja nak, kapan-kapan Ummi ceritakan tentang adat
pernikahan suku ummi yah. Kali ini, izinkan ummi bercerita tentang adat
pernikahan ayahmu, yaitu adat Aceh Selatan yang diadakan beberapa bulan setelah
akad nikah dan resepsi ummi dan ayah di kota Makassar.
Nak, resepsi pernikahan ummi dan ayah
di Aceh Selatan diadakan pada tanggal 3 dan 4 Februari 2018. Prosesinya sebenarnya panjang
dan berhari-hari, namun karena akad telah tertunaikan dan ummi berasal dari
provinsi lain, akhirnya hanya sebagian prosesi yang dilaksanakan. Tentu saja
ini tak mengurangi kesakralan dan kebahagiaan kami. Meskipun begitu, sebelum
kami datang, keluarga ayah melewati beberapa proses seperti permohonan maaf dan
izin kepada pemerintah setempat serta bermufakat bersama keluarga besar
Tanggal 3 Februari 2018, tepatnya setelah shalat isya,
diadakan Peusijuk, berarti didinginkan. Ummi dan ayah didudukkan bersebelahan.
Setelah itu, secara bergantian keluarga ayah memberikan tepung tawar kepada
ummi dan ayah sebagai simbol agar keluarga kita "adem" dan
menggunakan otak dingin dalam kehidupan kedepannya. Lalu, ummi dipasangkan inai
sepanjang malam hingga pagi tiba. Kalau di adat pernikahan Bugis, ini seperti prosesi
Mapacci.
prosesi Peusijuk oleh orang tua suami |
Keesokan harinya d
tanggal 4 Februari 2018, setelah
mengenakan pakaian tradisional Aceh, ummi dan ayah beserta rombongan
keluarga ummi; termasuk kakek, nenek dan adik ummi yang datang dari
Makassar mengunjungi rumah ayah. Hari itulah, ummi diantar sebagai istri.
Prosesi ini disebut Tueng Dara Baro berarti mengundang mempelai perempuan ke
rumah mempelai laki-laki.
persiapan menuju rumah suami |
penyambutan |
Sebelum memasuki
rumah dan duduk di kursi pelaminan, rombongan ummi disambut oleh tarian Ranup
Lampuan yang diiringi oleh alunan Serunai Kale, sebuah alat musik tradisional
Aceh. Ummi dan ayah lalu dipersilahkan duduk dipelaminan. Setelah itu, diadakan
prosesi Laga Ayam yang berarti adu ayam. Di prosesi ini, tangan ummi dan ayah
yang beradu cepat. Setelah itu, kami saling menyuapi aneka hidangan dengan
beragam rasa sebagai gambaran bahwa setelah pernikahan akan ada beragam hal
yang kami rasakan. Kemudian, kami saling meminumkan air yang telah dihidangkan.
Lalu, bersalaman dengan para tamu yang merupakan undangan dari keluarga ayah.
Resepsi ini berlangsung hingga tengah malam. Di malam hari, diadakan pentas
seni tradisional yang dimainkan oleh para anggota sanggar seni Seulaweut, UKM
Seni UIN Ar-Raniry yang ayah datangkan langsung dari Banda Aceh. Nak, malam itu
mereka tampil sangat maksimal menunjukkan beberapa kesenian semisal Rapa'i Geleng dan Saman Gayo.
Nak, semoga cerita
pernikahan ummi dan ayah di Aceh Selatan menjadi tambahan pemahamanmu tentang
kebudayaan. Hingga kamu pun semakin belajar bahwa pernikahan kami; ummi dan
ayahmu bukan sekadar penyatuan dua keluarga, tapi juga pelajaran dua kebudayaan.
Nanti, ummi akan cerita lagi tentang prosesi pernikahan adat Bugis yah, Insya
Allah.
akan ada tulisan tentang adat pernikahan suku Bugis. "Just wait!" :) |
tulisan ini sebagai bagian pemenuhan tantangan ke-2 Kata Hati Production
0 comments:
Post a Comment