Judul : Travel Writer
Penulis : Yudasmoro
Penerbit : Metagraf
Tebal :
xxii + 204 halaman
The world is a book, and those who do not travel read only one page (St.
Augustine)
Bukan sebuah
kebetulan, ketika saya meminjam buku ini dari seorang teman. Saat meminjamnya,
dalam hati berkata “pasti semangat menulis travelingku
akan bertambah.” Tidak kurang, itulah yang terjadi. Ditambah lagi, dengan
terbitnya salah satu tulisan perjalananku dalam kumpulan tulisan yang diramu
dalam sebuah buku Traveling Note Competition yang diterbitkan oleh Diva Press,
2013. Sehingga muncul sebuah mimpi, bahwa setelah ini akan kubuat sebuah buku
“solo” tentang traveling.
* * *
Di buku ini,
pembaca akan menemukan cara-cara yang aplikatif untuk menjadi seorang travel writer. Diterangkan sebelumnya
bahwa kebanyakan dari kita menganggap bahwa travel
writer adalah gabungan murni antara penulis dan petualang. Padahal, yang
berperan jauh lebih besar dari kesuksesan seorang travel writer adalah ilmu bisnis. Kepandaian seorang penulis dalam
mengolah kosakata dan kecintaan akan dunia traveling saja belum cukup untuk
menjamin. Layaknya pengusaha, travel
writer juga harus memiliki visi dan misi dalam bidangnya. Target yang
jelas, ide, kemampuan menyusun jadwal dan kedisiplinan mengejar target adalah
beberapa kunci yang wajib dimiliki. Visi dan misi jelasdiperlukan.
Ada pun
pendukung travel writer, yaitu: (1) powerfull blog, (2) mengenal media, (3) membangun
jaringan, (4) kartu nama, (5) ide, (6) internet, (7) jejaring sosial, (8)
komunitas.
Membaca buku
ini, pembaca pun akan dipahamkan bahwa travel
writer adalah seorang jurnalis. Jadi, ada beberapa gaya tulisan jurnalistik
yang bisa dipergunakan dalam membuat reportase
perjalanan.
1.
Jurnalisme sastra > Menurut penulis, ini
adalah gaya jurnalistik yang mampu menghadirkan artikel yang terdiri dari olahan
data yang sangat akurat, kemampuan mengoptimalkan bahasa dan alur cerita yang
cenderung seperti tulisan novel (hlm. 41).
2.
Jurnalisme Naratif > penyampaian tulisan
narasi memungkinan pembaca menikmati tulisan travel writer layakna menyaksikan sebuah film dokumenter. Tidak ada
basa-basi, sederhana, tetapi tetap informatif dan menyentuh emosi (hlm. 46).
3.
Tulisan feature
> berita yang dikemas dalam bentuk sederhana. Dikenal juga sebagai
tulisan kreatif. Di gaya tulisan ini, travel
writer lebih bebas menunjukkan pemikirannya.
Selanjutnya,
penulis juga mendetailkan konsep wawancara yang menjadi poin penting selain
dari menulis sehingga travel writer bisa
mendapatkan banyak poin penting. Selain itu, tentu saja menggunakan fotografi
sebagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Di bagian
akhir buku ini, penulis mengajak pembaca untuk menjadi travel writer, dengan memberikan beberpaa pemahaman, sebagai
berikut:
1.
Travel writer itu pedangan
2.
High risk
3.
Basisnya adalah jurnalistik
4.
Be creative
5.
It’s fun
0 comments:
Post a Comment