Catatan Pertama Dari Diskusi Publik
“Refleksi 13 Tahun Tsunami Aceh”
“Refleksi 13 Tahun Tsunami Aceh”
Ketika mendapatkan informasi
akan diikutkan Diskusi Publik “Refleksi 13 Tahun Tsunami Aceh,” saya merasa
bahagia karena saya selalu yakin tiap mengikuti diskusi atau seminar akan ada
ilmu baru yang didapat.
Diskusi Publik yang dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2016 di Aula Penanggulan Bencana Aceh ini merupakan rangkaian dari peringatan 13 tahun tsunami yang terjadi 2004 silam di Aceh. Kegiatan ini mengundang berbagai komunitas yang peduli pada pengurangan resiko bencana, salah satunya Rumah Relawan Remaja.
Kegiatan yang rencananya dimulai pukul 8 pagi itu,
baru dimulai pada pukul 09.12 waktu setempat. Setelah MC membuka kegiatan dan
mengundang Adik Ayunda melantunan ayat suci Al-Quran, MC mengundang beberapa
perwakilan komunitas untuk memaparkan pernyataan terkait 13 tahun Tsunami Aceh.
Berikut
beberapa kutipan pernyataan dari perwakilan komunitas
CIMSA FK Unsyiah
Bukan lagi masa
untuk terus melihat masa lalu, tapi melihat apa yg bisa dilakukan.
Earth Hour
Banyak yang ingin
melihat Aceh bangkit
Ex Relawan PMI
Ditandatanginya
MoU Helsingki. Saat itu dalam puncak eskalasi politik yang membuat konflik GAM Dan TNI Polri. Tapi saat tsunami terjadi kemanusiaan membawa semua bangsa untuk
turun ke Aceh.
Setelah pemaparan komunitas, sesi pertama diskusi
dimulai dengan 2 pemateri, Drs. H. Sulaiman Abda , Wakil Ketua DPR Aceh dengan
materi Penguatan Fungsi DPRA Terhadap Pengurangan Bencana Di Aceh. Sesi beliau
dimulai dengan cerita hari ketika tsunami terjadi dan diselamatkan Allah di atas
masjid. Selanjutnya beliau memaparkan tentang budget 330 Milyar bantuan yang dikeluarkan pemerintah terkait
pengurangan resiko bencana di tahun 2017. “Kita harus sadar bahwa Aceh adalah
daerah rawan bencana. Yang penting, kita sepakat bersama mengurangi resiko
bencana tersebut.”
Pemateri kedua di sesi pertama tersebut adalah Ir.
M. Syahrir M.M, Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Aceh
dengan materi Pengurangan Resiko Bencana Sebagai Investasi. Dalam paparannya
tersebut, Pak Syahrir berharap bahwa setiap program yang ada harus disertai
kajian mendalam. “Pembangunan di Aceh akan sia-sia apabila dalam pelaksanaannya
tidak ada kajian-kajia resiko bencana”, tuturnya.
Tsunami meluluhlantahkan Aceh, menghilangkan banyak
nyawa, merusak berbagai infrastruktur. Tapi, pada akhirnya, kita harus meyakini
bahwa tsunami Aceh yang terjadi di tahun 2014 dan merupakan tsunami terdahsyat
ketiga di dunia bukanlah Laknatullah, tapi Sunnatullah. Saat ini, yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan keimanan kepada Sang Pencipta, memperingati tsunami bukan dengan perayaan-perayaan yang menghabiskan milyaran dana hanya sebagai seremoni melainkan melalui ribuan doa untuk para korban Syuhada serta melakukan
sinergitas dengan berbagai pihak untuk mengurangi resiko bencana. Semoga
bukan sebuah kesimpulan “abal-abal” dari saya yang baru beberapa hari ini
di Aceh.
Baca juga
http://rahmianarahman.blogspot.co.id/2017/12/jangan-memaknai-takdir-secara-fatalistik.html
Baca juga
http://rahmianarahman.blogspot.co.id/2017/12/jangan-memaknai-takdir-secara-fatalistik.html
0 comments:
Post a Comment