sumber foto : Google |
Saya mendapatkan pemahaman mendalam tentang dunia kerelawanan sejak bergabung di Rumah Relawan Remaja (3R), sebuah komunitas yang bekerja untuk komunitas sosial yang saat ini berkantor di Kabupaten Aceh Besar, meskipun pada dasarnya pemahaman tentang kerelawanan telah saya dapatkan melalui berbagai pelajaran dan pengalaman yang saya jalani saat merintis komunitas Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) Makassar di tahun 2012 dan komunitas The Floating School di tahun 2016 dan semuanya masih konsisten bergerak sampai saat ini
Sharing tentang bagaimana seharusnya seorang
relawan bekerja ini saya dapatkan dari pemaparan ketua 3R, Perdana Romi Saputra
tentang 3R yang bekerja dengan cinta (love),
kerja bersama (teamwork), konflik,
partnership dan kemampuan mengorbankan
diri sendiri (self-denial). Lima poin
ini memang merupakan cara kerja 3R. Tapi hemat saya, sejatinya relawan baik
dalam tataran individu maupun organisasi/komunitas, hal-hal tersebut perlu
diaplikasi ketika memutuskan menjadi relawan.
Pertama, untuk meningkatkan passion dalam bekerja, cinta memegang peranan penting. Ketika kita
mencintai sesuatu, kita akan maksimal dalam mencapai hasilnya. Begitupun ketika
menjadi relawan atas dasar cinta, maka berbagai hal-hal baik dilakukan untuk
melihat dunia menjadi lebih baik, dunia yang penuh cinta.
Kedua, untuk mencapai tujuan dengan cakupan yang
lebih luas, bekerja secara tim menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Layaknya sapu
lidi yang dikumpulkan dari ikatan lidi-lidi, bisa menyapu halaman yang kotor,
yang tidak mungkin dilakukan dalam waktu cepat jika hanya menggunakan setangkai
atau dua tangkai lidi.
Ketiga, untuk mempelajari banyak hal, maka
manajemen konflik perlu dianalisa. Konflik tentu akan senantiasa hadir,
dimanapun dan kapanpun, termasuk di dunia kerelawanan. Oleh karena itu, sebagai
relawan, kita perlu belajar menganalisa manajemen konflik sehingga menjadikan
konflik bukan sebagai masalah tapi sebagai media belajar untuk rekonsiliasi
konflik. Proses pendewasaan diri pun akan muncul seiring dengan kemampuan
manajemen konflik yang baik.
Keempat, sebagai relawan melakukan kolaborasi
menjadi hal yang penting dan mendasar. Dengan kolaborasi atau partnership, banyak hal-hal luar biasa yang
tidak diprediksi sebelumnya, bisa terjadi. So,
let’s collaborate more.
Kelima, relawan itu perlu kemampuan untuk
mengorbankan diri sendiri (self-denial). Kemampuan ini perlu karena
memang relawan bekerja untuk kemanusiaan, bekerja untuk orang lain bukan untuk
diri sendiri. Dengan hadirnya self-denial
ini, membuat relawan menanamkan kemauan lebih dalam untuk memberi
kebermanfaatan untuk semesta ini. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling
banyak bermanfaat di dunia yang hanya sementara ini.
Tulisan ini saya sharing bukan hanya untuk berbagi tentang cara 3R bekerja, tapi menjadi
refleksi diri saya yang memilih hidup sebagai relawan atau pegiat sosial (social worker), sehingga bisa lebih
paham esensi menjadi relawan untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
Semoga kalian yang juga tulisan ini terinspirasi dan termotivasi melakukan
hal-hal yang lebih baik lagi sebagai relawan. Carpe diem J
0 comments:
Post a Comment