Tuesday, June 25, 2024

Kisah Segerombolan Orang Muda di Desa Kami (Bagian 4 - selesai)

 


Itu dulu Bang. Kami ini kalau di kota tidak mau susah. Kalau di kampung begini ada mobil, kami tinggal naik mobil saja, ngapain jalan!”

Begitulah pernyataan seorang muda yang katanya anggota mapala. Ini yang ingin menjadi highlight di bagian ini. Perkara anak muda yang mengaku mapala, tapi gaya-gayaan. Menjadi anggota mapala itu, sebenarnya “mencari susah”. Kalau mau mudah, ngapain gabung di mapala? Ringkasnya demikian! Meskipun begitu, dari “mau susah” ini kita jadi paham berbagai kondisi medan dan mudah berbaur.

Lah ini, jangankan berbaur, medan kegiatan aja tidak kenal, bahkan jadi gunjingan warga karena pakaian dan tawa yang terbahak-bahak!

* * *

Aku teringat, saat awal mula gabung mapala, seniorku sering mengajakku ke mapala-mapala lain, agar mudah berbaur. It worked. Termasuk saat ikut TWKM XXII dan dipilih sebagai salah satu Presidium Sidang untuk Temu Wicara. Duh, siapa yang tidak kenal Ozon kala itu? Hahahaha, bukan bermaksud sombong, tapi bisa di titik itu karena binaan senior yang banyak berbagi ilmu dan pengalaman.  Ditambah lagi, berbagai materi penting yang tidak kudapati di bangku perkuliahan.

 

Jadinya, kalau bertemu dengan anggota mapala itu, semuanya langsung berbaur. Ada keterikatan batin, bahkan meskipun dari provinsi berbeda. Sebut saja misalnya, saat aku mendaki Gunung Semeru di tahun 2013 bersama beberapa relawan Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) Makassar, jejaring Mapala yang membuatku “punya rumah” dimana-mana. Dari sekret ke sekret, mengenal saudara saudari mapala yang siap membantu dimana saja. Contoh lain saat aku selesai ikut pelatihan Just Write yang diadakan oleh Diva Press di Jogjakarta, aku menghubungi temanku yang datang dari Semarang dan mengantarkanku hingga puncak Gunung Merapi kala itu. Semudah itu. Alhamdulillah, ini semua karena proses bergaul asyik yang banyak kulihat dan kudapati di mapalaku, SINTALARAS.

* * *

Kembali pada segerombolan muda yang kutemui beberapa hari lalu yang terdiri dari beberapa anggota mapala dan simpatisan. Pertemuan dengan mereka semoga memberi kita peringatan sebagai mapala, bahwa :

-          Anak mapala itu sebelum datang ke sebuah Lokasi sebaiknya menanyai masyarakat setempat do and don’t

-          Anak mapala itu berbaur, apalagi dengan masyarakat desa seperti di desa kami ini. Kalau hanya hahaa hihihi huhuhu, ngapain jauh-jauh ke desa kami.

-          Anak mapala itu paling ga ketika di desa, berilah sebuah kontribusi. Apa kek, tanam pohon kek, bagi bibit atau buat kegiatan menyenangkan bersama anak-anak. Kalau kalian hanya foto-foto, kami ini hanya object dong?

-          Cek organisasi di desa yang akan dituju! Caranya gampang kan, teknologi yang ada memudahkan untuk mencari. Jangan hape aja yang pintar!

-          Yang paling penting, anak mapala itu paham Kode Etik Pencinta Alam. Hayo, hapal ga!!!

 

Demikianlah kira-kira curhatan kegelisahan melihat beberapa penampakan anggota mapala sekarang. Come on, zaman mungkin saja beda, pilihan metode komunikasi pun mungkin beda! Namun, pemahaman tentang tahu medan, kearifan local dan adat istiadat masyarakat setempat, tetap harus menjadi salah satu dasar ketika akan berkegiatan, baik kamu yang sudah gabung di tahun 2006, pun kamu yang bergabung sebagai anggota mapala di tahun 2021. 

0 comments:

Post a Comment