Sunday, March 23, 2025

Minggu Pagi di Pustaka: Plastik, Ecobrick, dan Seorang Anak Kecil

 


Sehari setelah pulang dari Desa Lapeng, Pulo Aceh, plastik-plastik kembali terkumpul.

 

Tumpukan plastik ini juga kami bawa pulang dari Pulo, karena tidak sempat kami buat ecobrick di sana, jadilah sebagai "oleh-oleh" kembali ke daratan, tepatnya di Peukan Bada.

 

Meskipun hari Minggu, yang bagi sebagian orang waktu yang tepat untuk istirahat, tapi badan menggerakkanku menuju pustaka. Di sana, memang sudah banyak botol Ecobrick yang sudah kami buat selama 5 tahun ini.

 

Saat sibuk dengan proses log-in di aplikasi gobrick untuk memberi penomoran pada ecobrick yang sudah dibuat, anak kedua saya bernama Lubna (2,5 tahun) ternyata sibuk dengan aktivitas menggunting plastik. Potongan kecil plastik itu dimasukkan ke dalam 1 wadah. Proses ini memang sering dilakukan baik oleh saya dan suami, pun para relawan Rumah Relawan Remaja agar postingan plastik tersebut tidak berserakan.

 

Sepertinya itulah cara Lubna, anak 2,5 tahun mengamati orang dewasa di sekitarnya, yang berjuang mengolah plastik yang sudah dipakai agar tidak kembali mencemari bumi, dengan membuat ecobrick.

 

Peukan Bada, 23 Ramadan 1446 Hijriah

 

 

 

Saturday, March 22, 2025

Tiga Pemuda, Satu Motor, dan Pelanggaran di Bulan Suci

 



Hari ke-22 Ramadan. Perjalanan pulang dari Pulo Aceh menuju Banda Aceh siang itu terasa panjang. Matahari bersinar terik, tapi suasana Ramadan seharusnya membuat jalanan lebih tenang, penuh dengan ketundukan hati. Namun, pandanganku dan suami justru tertumbuk pada pemandangan yang tidak biasa: tiga pemuda mengendarai satu motor, sambil asyik mengunyah roti.

 

Aceh, tanah Serambi Mekah, di mana Ramadan dihormati dengan khidmat. Tapi di sini, tiga pemuda ini justru melanggar dua hal sekaligus: tidak berpuasa, dan membuang sampah sembarangan.

 

"Ini Ramadan! Macam bukan di Aceh saja," tegur suamiku sambil terus berkendara di samping motor ketiga pemuda tersebut. 


Wajah mereka langsung berubah. Kaget, malu, dan salah tingkah. Salah seorang dari mereka buru-buru melemparkan bungkus roti ke jalan. Melihat itu, suaraku keluar "Sudah tidak puasa, buang sampah sembarangan lagi? Astaghfirullah.


Motor ketiga pemuda yang tidak puasa itu semakin dilaju cepat untuk menghindari kami. Sepanjang perjalanan sampai di rumah pun, aku melakukan refleksi bahwa Ramadan seharusnya menjadi bulan di mana kita lebih peka—bukan hanya pada ibadah, tapi juga pada lingkungan dan sikap kita di depan umum.

 


Friday, March 21, 2025

From Garden to Table



Selanjutnya, saya mau cerita tentang Ramadan hari ke-21, masih di Kebun Impian bersama keluarga kesayangan Rumah Relawan Remaja. Hari itu, seperti biasa, yang piket masak mencari sesuatu di area kebun untuk dimasak. Senang sekali, kita bisa juga saling mengingatkan tentang pentingnya real food, apalagi from garden to table seperti yang kami lakukan di Kebun Impian ini

 

Hari ke-21 Ramadan tiba dengan cahaya matahari yang hangat menyelinap melalui celah daun-daun rindang di Kebun Impian. Udara pagi masih segar, membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang baru saja dibasahi embun. Seperti biasa, tim Rumah Relawan Remaja—aku, Bang Romi, Salam, Lubna, Uma, Abu, Yanah, Maulidin, dan Afdhal—sudah bersiap mengisi hari dengan aktivitas penuh makna.

 

Hari ini, giliran Uma dan Putri yang bertugas memasak untuk sahur dan berbuka. Tapi di sini, masak bukan sekadar membuka kulkas atau belanja ke warung. Kami punya kebun sendiri, penuh dengan sayuran segar yang siap dipanen. From garden to table—prinsip yang kami pegang teguh di sini.

 

Thursday, March 20, 2025

Petualangan Hari ke-20 Ramadan di Desa Lapeng : Pagi yang Syahdu bersama tim Rumah Relawan Remaja


Hari kedua kami di Desa Lapeng dimulai dengan keheningan yang menenangkan. Matahari belum sepenuhnya bangkit, tetapi langit sudah mulai memancarkan cahaya keemasan yang perlahan menyapu kegelapan. Suara jangkrik malam mulai digantikan oleh kicauan burung-burung kecil yang bersahutan dari balik pepohonan. Di tengah Kebun Impian ini, udara terasa begitu segar, seolah setiap tarikan napas membersihkan jiwa.

Kami—saya, suami saya Bang Romi, serta dua anak kami, Salam dan Lubna—bersama tim hRumah Relawan Remaja lainnya, yaitu Uma, Abu, Yanah, Maulidin, dan Afdhal, memulai hari dengan aktivitas mandiri. Seperti biasa, Ramadan mengajarkan kami untuk mengisi waktu dengan hal-hal yang bermakna. Beberapa dari kami memilih untuk mengaji, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang menenangkan hati. Yang lain asyik membaca buku, menikmati setiap kata sambil sesekali menengok ke luar jendela, di mana alam seakan tersenyum menyambut kami.

Kebun Impian dan Keindahan yang Dijaga

Desa Lapeng bukan sekadar desa biasa. Di sini, alam seolah dirawat dengan penuh cinta. Pepohonan rindang, hamparan sawah yang hijau, dan udara bersih yang jarang ditemui di kota. Kami tinggal di sebuah kebun kecil tempat tim Rumah Relawan Remaja belajar tentang pertanian organik.

Setiap pagi, kami disambut oleh aroma tanah yang baru disirami embun, dicampur dengan wangi  bunga-bunga liar yang bermekaran.

Saya duduk di "Rumoh shelter", menyelesaikan halaman demi halaman Al-Qur'an yang sedang kubaca. 

Aktivitas membaca tersebut nampak hingga siang hari. Menjelang sore, kami pun berkumpul di area dapur, menyaksikan 2 orang relawan piket masak hari itu.  Suasana dapur riuh rendah dengan 

obrolan dan tawa. Kadang-kadang, obrolan tentang menu yang sedang dimasak jadi tema utama yang membuat tertawa. 

Menu buka puasa di Ramadan ke-20 ini  sederhana tetapi terasa begitu istimewa karena dimasak bersama. Kami duduk melingkar di area makan depan dapur sambil berbagi cerita.

Setelah masakan selesai, sebelum berbuka puasa, ada yang memutuskan untuk berjalan-jalan ke bagian belakang Kebun Impian untuk mencari kerang. Meski akhirnya pulang dengan tangan kosong, semuanya nampak senang petang itu.

Refleksi di Hari Ke-20 Ramadan 

Saat saya mencabut rumput di kebun, saya merenungkan hari ini. Betapa beruntungnya kami bisa merasakan kedamaian seperti ini. Di hari ke-20 Ramadan ini, bukan hanya lapar dan dahaga yang kami rasakan, tetapi juga kebersamaan, kesederhanaan, dan keindahan alam yang Allah berikan.

Tim Rumah Relawan Remaja ini bukan hanya sekadar teman, tapi sudah seperti keluarga. Setiap orang membawa cerita, tawa, dan pelajaran sendiri.

Saya kembali tersenyum. Betapa indahnya hidup ketika kita bisa berbagi, belajar, dan mencintai alam bersama orang-orang terkasih.

Pulo Aceh, 20 Ramadan 1446 Hijriah

Wednesday, March 19, 2025

Berbuka Puasa di Lapeng: Menemukan Hening Ramadan di Ujung Negeri

 


Sudah sembilan tahun Rumah Relawan Remaja berkegiatan di Desa Lapeng, tapi setiap kali kembali, rasanya seperti pertama kali. Kali ini, kami datang dengan kerinduan yang lebih besar: ingin merasakan lagi heningnya Ramadan di desa ini—saat waktu terasa lambat.

 

Kapal nelayan yang membawa kami hari itu masih sama, tapi cerita dibaliknya selalu baru. Kali ini, momen berpuasa ditemani semilir angin sepanjang perjalanan, membuat mata menolak untuk tidur. Hingga , tiada terasa perjalanan lebih dari 2 jam begitu saja berlalu.

 

Ketika mata terbuka, tampaklah deretan kapal kecil bersandar di pelabuhan. Orang-orang berkumpul di depan kami, menunggu kapal yang kami tumpangi ini berhenti. Ada yang menjemput sanak keluarga, ada juga yang menunggu barang kiriman dari kota Banda Aceh.

 

Setelah tiba di Pelabuhan Gugop, perjalanan kami lanjutkan menggunakan motor yang kami bawa dari Rumah Relawan Remaja. Total, ada 3 motor.

 

Sekitar 20 menit, dari Gugop ke Lapeng. Setelah memasuki gerbang Lapeng, tidak lama kemudian di depan masjid, berdiri beberapa anak yang kemudian memanggil namaku “Kak Ammy”, kujawab dengan lambaian tangan, karena motor memang tak biasanya berhenti. Lambaian tanganku pun berarti sapaan balik dan menandakan kedatanganku kembali ke desa ini. Besok, akan saya ceritakan lagi pengalamaan Ramadan di sini.


Intinya, menjelang petang, kami tiba dengan disambut pemandangan hijau dari Kebun Impian desa Lapeng. Hening, namun menenangkan!

 

Pulo Aceh, 19 Ramadan 1446 Hijriah



Tuesday, March 18, 2025

Tidak Perlu Membakar Sampah Daun: Mari Jaga Lingkungan dan Kesehatan Kita

 


Akhir-akhir ini, saya semakin sering melihat orang membakar sampah daun di sekitar rumah atau lingkungan tempat tinggal. Meskipun terlihat sebagai cara yang cepat dan praktis untuk membersihkan halaman, membakar sampah daun sebenarnya justru menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Padahal, daun adalah bahan organik yang bisa terurai secara alami.

 

1. Daun Adalah Bahan Organik yang Bisa Terurai

Daun yang jatuh dari pohon adalah bagian dari siklus alam. Seiring waktu, daun akan terurai secara alami dan menjadi kompos yang menyuburkan tanah. Proses ini tidak memerlukan campur tangan manusia secara berlebihan. Dengan membiarkan daun terurai, kita justru membantu menjaga kesuburan tanah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia.

 

2. Membakar Daun Menghasilkan Polusi Udara

Saat daun dibakar, asap yang dihasilkan mengandung berbagai zat berbahaya seperti karbon monoksida, partikel halus, dan senyawa kimia lainnya. Asap ini dapat mencemari udara yang kita hirup dan berdampak buruk pada kesehatan, terutama bagi orang yang memiliki masalah pernapasan seperti asma atau penyakit paru-paru. Selain itu, asap pembakaran juga bisa mengganggu kenyamanan tetangga sekitar.

 

3. Membahayakan Kesehatan Manusia

Partikel halus yang dihasilkan dari pembakaran daun dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah, menyebabkan iritasi saluran pernapasan, batuk, hingga masalah kesehatan yang lebih serius dalam jangka panjang. Anak-anak, lansia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap dampak negatif ini.

 

4. Membakar Daun Merusak Lingkungan

Selain mencemari udara, membakar daun juga dapat merusak ekosistem di sekitarnya. Asap dan abu hasil pembakaran dapat mengganggu kehidupan mikroorganisme di tanah dan tanaman di sekitarnya. Selain itu, pembakaran daun juga berkontribusi pada pemanasan global karena melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida ke atmosfer.

 

5. Alternatif yang Lebih Baik: Kompos atau Pengomposan

Alih-alih membakar, kita bisa memanfaatkan sampah daun untuk membuat kompos. Daun-daun kering bisa dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk alami yang bermanfaat untuk tanaman. Proses pengomposan tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Cara membuat kompos dari daun cukup sederhana:

  • Kumpulkan daun-daun kering di satu tempat.
  • Campurkan dengan bahan organik lain seperti sisa sayuran atau rumput.
  • Biarkan terurai secara alami atau aduk secara berkala untuk mempercepat proses pengomposan.
  • Dalam beberapa minggu atau bulan, daun-daun tersebut akan berubah menjadi kompos yang siap digunakan.

 

6. Kesadaran Bersama untuk Lingkungan yang Lebih Baik

Mari kita mulai dari diri sendiri untuk tidak membakar sampah daun. Dengan melakukan hal kecil seperti mengompos daun, kita sudah berkontribusi besar dalam menjaga kesehatan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Ajak juga tetangga atau komunitas untuk melakukan hal yang sama. Semakin banyak orang yang sadar, semakin besar dampak positif yang bisa kita ciptakan.

* * *

Membakar sampah daun mungkin terlihat seperti solusi cepat, tetapi dampak negatifnya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Dengan memilih cara yang lebih ramah lingkungan seperti pengomposan, kita tidak hanya menjaga kesehatan diri sendiri, tetapi juga turut serta dalam melestarikan alam. Yuk, mulai hari ini, hentikan kebiasaan membakar sampah daun dan beralih ke cara yang lebih baik!

 

Pulo Aceh, 18 Ramadan 1446 Hijriah

Monday, March 17, 2025

Ecobrick Pasca Buka Puasa Bersama: Langkah Kecil Kami untuk Lingkungan yang Lebih Hijau

 


Tanggal 14 Maret 2025 menjadi hari yang tak terlupakan bagi kami, tim relawan Rumah Relawan Remaja. Setelah sukses menyelenggarakan acara Buka Puasa Bersama yang meriah, kami dihadapkan pada kenyataan bahwa acara besar seperti ini seringkali meninggalkan jejak sampah, terutama plastik. Kemasan terigu, detergen, dan berbagai jenis plastik lainnya menumpuk di sudut ruangan. Namun, alih-alih membiarkannya berakhir di tempat pembuangan akhir, kami memutuskan untuk mengambil tanggung jawab. Kami pun menggelar kegiatan lanjutan: mengolah plastik-plastik tersebut menjadi ecobrick. Hal ini memang sering kami memang sering kami lakukan

 

Menyadari Jejak Plastik Kami

Acara Buka Puasa Bersama berlangsung dengan lancar. Ratusan orang datang, menikmati hidangan berbuka, dan merayakan kebersamaan di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Namun, di balik kegembiraan itu, kami menyadari bahwa setiap acara besar selalu meninggalkan jejak sampah. Plastik-plastik bekas kemasan makanan, minuman, dan bahan-bahan lainnya menumpuk. Sebagai tim relawan yang peduli lingkungan, kami tidak bisa menutup mata.

 

Kami pun berkumpul beberapa hari setelah acara untuk merencanakan langkah selanjutnya. Ecobrick, bagi kami, bukan sekadar solusi untuk mengurangi plastik, tetapi juga cara untuk mengedukasi diri sendiri dan masyarakat tentang pentingnya mengelola plastik dengan bijak.

Mengenal Ecobrick: Solusi Sederhana untuk Masalah Besar

Bagi yang belum familiar, ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan plastic bekas hingga keras dan padat. Ecobrick bisa digunakan sebagai bahan bangunan alternatif, seperti untuk membuat furnitur, dinding, atau bahkan struktur kecil seperti taman. Konsepnya sederhana: alih-alih membuang plastik ke tempat sampah, kita memadatkannya ke dalam botol dan memberinya "kehidupan baru."

 

Hari itu, lantai pustaka dipenuhi dengan botol plastik bekas, gunting, dan plastik yang sudah kami kumpulkan dari acara Buka Puasa Bersama. Langkah pertama adalah memilah plastik yang sudah kami cuci dan keringkan. Kemudian, kami mulai memotong plastik-plastik tersebut menjadi bagian-bagian kecil. Ini adalah tahap yang membutuhkan kesabaran. Beberapa relawan tertawa sambil bercerita.

 

Setelah plastik dipotong kecil-kecil, kami mulai memasukkannya ke dalam botol. Ini adalah tahap yang paling menantang. Kami menggunakan tongkat kayu untuk memadatkan plastik ke dalam botol. Butuh tenaga dan konsentrasi agar botol benar-benar padat dan keras. Beberapa dari kami bahkan sampai berkeringat! Namun, melihat botol-botol yang perlahan terisi dan menjadi padat, rasa puas itu muncul. "Ini satu botol perlu dipadatkan agar sesuai standar ecobrick”

Kegiatan membuat ecobrick pasca Buka Puasa Bersama ini mengajarkan kami banyak hal. Kami belajar tentang tanggung jawab, kerja sama, dan pentingnya peduli terhadap lingkungan. Meskipun terlihat sederhana, ecobrick adalah bukti bahwa setiap tindakan kita, sekecil apa pun, bisa memberikan dampak positif bagi bumi.

 

Catatan Penutup

Kami berharap, cerita ini bisa menginspirasi pembaca untuk mulai peduli pada lingkungan. Mari bersama-sama mengurangi  plastik dan menciptakan bumi yang lebih hijau untuk generasi mendatang. Sampai jumpa di kegiatan ecobrick berikutnya! Kalau mau tanya lebih boleh DM @rumahrelawanremaajofficial

Sunday, March 16, 2025

Tanggung Jawab Setelah Buka Puasa Bersama a



Mengembalikan barang dalam kondisi bersih maksimal memang merupakan bentuk tanggung jawab yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kita menghargai barang yang dipinjam atau digunakan, serta menghormati pemiliknya. Dengan merawat dan membersihkan barang sebelum mengembalikannya, kita juga menjaga hubungan baik dengan orang lain dan menciptakan kepercayaan.

Selain itu, tindakan ini mencerminkan integritas dan kepedulian terhadap kepentingan bersama. Jika semua orang memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab seperti ini, lingkungan sekitar akan menjadi lebih harmonis dan saling menghargai. 

Sehari setelah acara Buka Puasa Bersama, kami sepakat untuk mengembalikan barang-barang. Sebelumnya, kami membersihkan yang perlu dibersihkan. Termasuk, yang kami pinjam di PKK Desa Lam Lumpu. 

Saat perjalanan pulang, saya tersenyum sambil jalan kaki dari kantor PKK . Mengembalikan barang dalam keadaan bersih mungkin terlihat seperti hal kecil, tapi itu adalah bentuk tanggung jawab dan penghargaan terhadap orang lain. 



Saturday, March 15, 2025

Masih Tentang Buka Puasa Bersama di Rumah Relawan Remaja

 


Selama acara buka puasa di Rumah Relawan Remaja yang tahun dilaksanakan pada tanggal 14 Maret, ada satu hal yang sengaja kami hilangkan dari meja makan: minuman kemasan.

 

Sebagai bagian dari komitmen kami terhadap keberlanjutan, kami memutuskan untuk tidak menyediakan minuman dalam kemasan sekali pakai. Sebagai gantinya, kami menyiapkan air galon yang bisa diisi ulang. Keputusan ini bukan tanpa alasan. Kami ingin mengurangi limbah plastik dan mengajak semua orang yang hadir untuk lebih peduli terhadap lingkungan.

 

Kebahagiaan kami semakin lengkap ketika melihat sebagian tamu yang datang sudah siap dengan tumbler masing-masing. Bahkan, beberapa dari mereka dengan sukarela berbagi air dengan yang lain yang tidak membawa wadah minum sendiri. Ini menunjukkan bahwa mereka sudah memahami nilai-nilai yang kami usung dalam setiap kegiatan. Mereka tidak hanya datang untuk menikmati hidangan buka puasa, tetapi juga turut serta dalam menjaga lingkungan.

 

Bagi kami, tidak adanya minuman kemasan bukanlah sebuah kekurangan, melainkan langkah kecil untuk membangun kesadaran bersama. Kami ingin menunjukkan bahwa setiap kegiatan bisa dilakukan dengan cara yang lebih ramah lingkungan, tanpa harus mengorbankan kenyamanan atau kebersamaan. Dengan cara ini, kami berharap bisa menginspirasi lebih banyak orang untuk memikirkan dampak dari setiap tindakan mereka terhadap bumi.

 

Acara buka puasa di Rumah Relawan Remaja bukan sekadar tentang berbagi makanan, tetapi juga tentang berbagi tanggung jawab. Kami percaya bahwa setiap langkah kecil, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, bisa memberikan dampak besar jika dilakukan bersama-sama. Dan di bulan Ramadan ini, kami merasa sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari perubahan tersebut.

 

Peukan Bada, 15 Ramadan 1446 Hijriah

Friday, March 14, 2025

Momen Berharga Buka Puasa Bersama: Harmoni Kebersamaan dan Lingkungan di Rumah Relawan Remaja

 


Baru saja orang-orang pulang. Semuanya pulang dengan ucapan terima kasih dengan wajah riang, meski sebagian cukup lelah karena membantu kami membereskan peralatan hingga menyapu lantai.

 

Hari ini, 14 Maret 2025, orang-orang baru selesai berkumpul dalam momen berharga, Buka Puasa Bersama di Rumah Relawan Remaja (3R).

 

Pengalaman berbuka puasa 3R, selalu meninggalkan kesan mendalam. Termasuk tahun ini. Sebagai bagian dari relawan 3R yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu, saya merasa sangat puas dengan hasil kerja bersama kami menyiapkan acara yang memang kami laksanakan sekali setahun. Tidak hanya karena acara berjalan lancar, tetapi juga karena konsepnya yang sangat ramah lingkungan, sesuai dengan nilai-nilai yang kami pegang teguh.

 

Kami memulai aktivitas  pagi ini dengan memasak bersama karena sehari sebelumnya kami sudah mempersiapkan bahan-bahan. Momen ini bukan sekadar tentang menyiapkan makanan, tetapi juga tentang mempererat hubungan kekeluargaan di antara para relawan. Kami saling berbagi tugas, tertawa, dan bercerita sambil mengolah bahan-bahan yang telah kami beli. Salah satu hal yang paling saya apresiasi adalah bagaimana kami berusaha menghindari pemborosan. Kami merencanakan menu dengan cermat dan membeli bahan secukupnya, sehingga tidak ada makanan yang terbuang sia-sia.


Selain itu, kami juga sangat memperhatikan penggunaan plastik. Misalnya, setelah membeli daging untuk menu utama, yaitu kuah beulangong, kami langsung membersihkan dan mendaur ulang plastik pembungkusnya. Hal ini mungkin terlihat kecil, tetapi bagi kami, setiap langkah kecil untuk mengurangi limbah plastik sangat berarti. Kami percaya bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama, dan bulan Ramadan adalah momen yang tepat untuk mempraktikkan nilai-nilai tersebut.

 

Saat waktu berbuka tiba, kebahagiaan kami semakin lengkap melihat orang-orang menikmati menu yang telah kami siapkan bersama. Ada kebanggaan tersendiri ketika melihat senyum puas dari mereka yang menyantap hidangan kami. Lebih dari sekadar makanan, acara ini menjadi ruang berkumpul yang penuh makna di bulan yang penuh berkah ini. Kami tidak hanya berbagi makanan, tetapi juga berbagi kebahagiaan dan kebersamaan.

 

Pengalaman ini mengingatkan saya betapa pentingnya menjaga lingkungan sambil tetap merayakan momen-momen spesial seperti berbuka puasa. Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari acara ini dan tidak sabar untuk menceritakan kelanjutan pengalaman buka puasa ramah lingkungan di Rumah Relawan Remaja keesokan harinya. Semoga cerita ini bisa menginspirasi lebih banyak orang untuk menjalankan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, terutama di bulan suci seperti ini.

 



Peukan Bada, 14 Ramadan 1446 Hijriah

Thursday, March 13, 2025

Persiapan Tim Relawan Rumah Relawan Remaja (3R) untuk Acara Buka Puasa Bersama

 


13 Maret 2025 (H-1 Acara)

Hari ini, tim relawan Rumah Relawan Remaja (3R) disibukkan dengan persiapan menyambut acara buka puasa bersama yang akan diadakan esok hari, 14 Maret 2025. Meskipun sedang menjalankan ibadah puasa, semangat gotong royong dan keinginan untuk berbagi dengan sesama tetap membara.

 

Aktivitas Gotong Royong Membersihkan Rumah

Pagi hari, seluruh tim berkumpul di basecamp 3R untuk kembali rapat membahas hal tehnis di H-1. Disepakatilah berbagai hal detail, termasuk persiapan gotong royong. Ruangan demi ruangan dibersihkan dengan teliti, mulai dari lantai, jendela, hingga dekorasi yang akan digunakan untuk acara. Meskipun keringat bercucuran, tak ada keluhan yang terdengar. Justru, canda tawa dan semangat kebersamaan semakin menguatkan tekad untuk menyukseskan acara besok. Setiap anggota tim saling membantu, menunjukkan kekompakan yang luar biasa.

 

Berbelanja Kebutuhan Acara

Selain membersihkan area rumah, tim berbagi tugas untuk berbelanja kebutuhan acara. Beberapa anggota bertugas membeli bahan makanan untuk hidangan buka puasa, sementara yang lain mempersiapkan perlengkapan seperti alat makan, dekorasi, dan hadiah kecil untuk tamu undangan. Daftar belanja disusun dengan rapi agar tidak ada yang terlewat. Meskipun puasa, energi positif terasa begitu kuat, karena semua dilakukan dengan niat tulus untuk berbagi kebahagiaan.

Meskipun lelah, wajah-wajah bahagia terpancar dari setiap anggota tim. Keringat yang mengucur di tengah puasa tidak mengurangi semangat, justru semakin menguatkan tekad untuk memberikan yang terbaik. Besok, acara buka puasa bersama akan menjadi momen istimewa, tidak hanya bagi tamu undangan, tetapi juga bagi tim relawan yang telah bekerja keras dengan penuh cinta.

 

Semoga acara besok berjalan lancar dan membawa keberkahan bagi semua pihak yang terlibat. Aamiin.

 

#RumahRelawanRemaja #BerbagiKebahagiaan #BukaPuasaBersama #SemangatGotongRoyong

 

Peukan Bada, 13 Ramadan 1446 Hijriah

Wednesday, March 12, 2025

Pelajaran Besar dari Si Kecil: Ketika Anak 2,5 Tahun Memungut Kertas Struk yang Berserakan"

 


Ada momen-momen kecil dalam hidup yang tiba-tiba membuat kita terhenti, merenung, dan tersentuh. Salah satunya terjadi beberapa kali, ketika saya mengajak anak saya bernama Lubna yang berusia 2,5 tahun ke ATM. Saat itu, saya sedang sibuk mengambil uang, sementara si kecil justru sibuk dengan "tugas"nya sendiri: memunguti kertas struk yang berserakan di lantai.

 

Saya memperhatikannya dengan hati yang penuh haru. Tangannya yang mungil dengan cekatan mengambil satu per satu kertas struk yang tergeletak di lantai. Matanya yang polos tampak serius, seolah ia sedang melakukan sesuatu yang sangat penting. Setelah mengumpulkannya, ia berjalan menuju tempat sampah yang sudah disiapkan di dekat mesin ATM dan membuang kertas-kertas itu dengan penuh kesadaran.

 

Saya tertegun. Sebuah pelajaran besar datang dari seorang anak kecil yang bahkan belum sepenuhnya memahami dunia. Anak saya, yang baru berusia 2,5 tahun, sudah terbiasa melihat sesuatu yang bersih dan rapi. Kebiasaan itu memang acapkali dilakukan abangnya, bernama Salam yang juga masih 6,5 tahun saat ini. Ia tahu bahwa sampah, sekecil apa pun, harus dibuang di tempatnya. Tanpa perlu diajari berulang kali, ia sudah memiliki naluri untuk menjaga kebersihan.

 

Momen itu membuat saya berpikir: bagaimana dengan kita, orang dewasa? Seringkali, kita terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri hingga lupa hal-hal kecil seperti membuang kertas struk ke tempat sampah. Padahal, tempat sampah sudah disediakan, hanya beberapa langkah dari mesin ATM. Tapi, entah mengapa, masih banyak yang memilih untuk meninggalkan kertas struk itu berserakan, seolah itu bukan tanggung jawab mereka.

 

Anak saya mungkin belum paham betul tentang konsep kebersihan atau lingkungan. Tapi, ia sudah menunjukkan sesuatu yang seharusnya menjadi kebiasaan kita semua: kesadaran untuk menjaga kebersihan dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. Ia mengingatkan saya bahwa hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya bisa membuat perbedaan besar.

 

Mungkin, kita semua perlu belajar dari anak-anak. Mereka adalah cermin dari apa yang seharusnya kita lakukan. Mereka polos, jujur, dan tanpa beban melakukan hal-hal yang benar. Mereka tidak perlu alasan untuk melakukan sesuatu yang baik. Mereka hanya melakukannya.

 

Jadi, mari kita mulai dari hal kecil. Ketika kita selesai menggunakan mesin ATM, jangan tinggalkan kertas struk Anda berserakan. Ambil beberapa detik untuk membuangnya ke tempat sampah. Bayangkan jika semua orang melakukan hal yang sama, betapa bersih dan nyamannya lingkungan kita.

 

Terima kasih, Nak, untuk pelajaran berharganya. Kamu mungkin masih kecil, tapi kamu sudah mengajarkan hal besar pada Ummi. Dan semoga, tulisan ini bisa mengingatkan kita semua untuk lebih peduli pada kebersihan dan lingkungan sekitar.

 

Peukan Bada, 12 Ramadan 1446 Hijriah

 

Tuesday, March 11, 2025

Kebahagiaan di Kebun Impian Lapeng, Pulo Aceh

 


Februari yang cerah itu masih membekas di hati saya. Saat itu, saya bersama beberapa relawan dari Korea Selatan dan teman-teman Relawan Remaja berkumpul di Kebun Impian Lapeng, Pulo Aceh. Tempat ini seperti surga kecil yang tersembunyi, jauh dari keramaian kota. Kebun organik yang tidak terlalu luas, udara segar, dan pemandangan alam yang memukau membuat kami semua merasa damai dan bahagia.

 

Hari itu, kami bangun pagi-pagi sekali. Matahari baru saja terbit, menyinari hamparan kebun yang hijau. Kami langsung bersemangat untuk memulai hari dengan memanen sayuran organik. Ada bayam, kangkung, tomat, dan cabai yang siap dipetik. Rasanya menyenangkan sekali bisa memetik sayuran langsung dari kebun, mengetahui bahwa ini semua tumbuh alami tanpa bahan kimia.

 

Setelah panen, kami secara bergiliran mengolah hasil kebun menjadi makanan lezat. mengolah sayuran menjadi gulai dan tumisan khas Aceh. Suasana dapur penuh tawa dan cerita, baunya harum sekali!

 

Makan bersama adalah momen yang paling berkesan. Kami duduk bersama di bawah pohon depan daput, menikmati makanan yang kami masak bersama. Rasanya begitu nikmat, mungkin karena semua terbuat dari bahan-bahan segar dan penuh cinta. Kami bercerita, tertawa, dan berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing. Meskipun berasal dari negara yang berbeda, kami merasa seperti satu keluarga besar.

 

Selain memasak, kami juga menjelajahi kebun dan belajar tentang pertanian organik. Saya takjub melihat bagaimana semua tanaman tumbuh subur tanpa pupuk kimia. Kami melihat bagaimana tanaman tumbuh dengan baik, meski ada yang terus diserang hama tapi kami sebagai tim Rumah Relawan Remaja terus mencari cara mengatasinya. Semua ini membuat saya semakin menghargai alam dan pentingnya menjaga lingkungan.

 

Malam hari, kami berkumpul membuat sesi evaluasi untuk kegiatan kami pada hari itu. Langit di Pulo Aceh begitu jernih, bintang-bintang bersinar terang. Kami berbagi cerita, dan merenungkan betapa beruntungnya kami bisa merasakan kebahagiaan sederhana seperti ini. Kebersamaan di tengah alam, jauh dari gadget dan kesibukan kota, benar-benar menyegarkan jiwa.

 

Hingga saat ini, kenangan indah itu masih terukir di hati saya. Kebun Impian Lapeng bukan hanya tempat, tapi juga simbol kebahagiaan, persahabatan, dan harmoni dengan alam.

 

Terima kasih, Kebun Impian Lapeng, terima kasih, teman-teman relawan, dan terima kasih, alam, atas kebahagiaan yang tak terlupakan ini.

 

Semoga cerita ini bisa menginspirasi dan membawa kenangan indah bagi yang membacanya! 😊


Peukan Bada, 11 Ramadan 1446 Hijriah

Monday, March 10, 2025

Kebun Impian: Menyemai Harapan, Memanen Masa Depan Berkelanjutan

 


Kebun Impian: Menyemai Harapan, Memanen Masa Depan Berkelanjutan

 

Selama tiga tahun terakhir, saya bersama suami dan tim relawan Rumah Relawan Remaja telah mencurahkan waktu, tenaga, dan hati untuk sebuah proyek yang tidak hanya sekadar bercocok tanam, tetapi juga menanamkan harapan dan perubahan. Di sebuah pulau indah bernama Pulo Aceh, kami membangun Kebun Impian, sebuah kebun organik yang menjadi bagian dari program Rumah Relawan Remaaj. Meskipun perjalanan ini tidak selalu mudah, kami yakin bahwa setiap biji yang kami tanam adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih baik—bagi lingkungan, masyarakat, dan generasi mendatang.

 

Mengapa Bertani Organik?

Pertanian organik bukan sekadar tren, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk menjaga bumi dan kesehatan kita. Berikut beberapa alasan mengapa bertani organik begitu penting:

1.     Menjaga Kesehatan Tanah dan Lingkungan
Pertanian konvensional sering kali mengandalkan pupuk kimia dan pestisida yang merusak tanah dan ekosistem. Di Kebun Impian, kami menggunakan pupuk alami dan teknik pertanian berkelanjutan yang menjaga kesuburan tanah serta mengurangi polusi air dan udara. Mes Dengan begitu, kami turut melestarikan alam Pulo Aceh yang indah.

2.     Menghasilkan Pangan Sehat dan Aman
Cabai organik yang kami tanam bebas dari bahan kimia berbahaya, sehingga aman dikonsumsi dan lebih sehat. Ini adalah upaya kami untuk menyediakan pangan berkualitas bagi masyarakat, sekaligus mengedukasi tentang pentingnya mengonsumsi makanan organik.

3.     Mendorong Swasembada Pangan

Sejak awal, swasembada telah menjadi salah satu dari 10 manifesto Rumah Relawan Remaja. Kebun Impian adalah langkah nyata untuk mewujudkan mimpi itu. Meskipun belum sepenuhnya swasembada, setiap panen yang berhasil adalah bukti bahwa kami sedang menuju ke arah yang benar.

4.     Memberdayakan Perempuan dan Masyarakat Lokal

Kebun Impian tidak hanya menanam sayuran, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, khususnya bagi para perempuan di Pulo Aceh. Ini adalah bentuk pemberdayaan yang membuka peluang ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

 

Tantangan dan Harapan

Tidak bisa dipungkiri, menjual cabai organik di Aceh tidak semudah di daerah lain seperti Bali, di mana kesadaran akan produk organik sudah lebih tinggi. Namun, kami percaya bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk belajar dan tumbuh. Kami terus berupaya mengedukasi masyarakat tentang manfaat produk organik, baik untuk kesehatan maupun lingkungan.

 

Ayo Dukung Kebun Impian!

Kami mengajak kalian semua untuk turut serta dalam gerakan ini. Dengan membeli produk cabai organik dari Kebun Impian, Anda tidak hanya mendapatkan pangan sehat, tetapi juga mendukung:

  • Pelestarian lingkungan melalui pertanian berkelanjutan.
  • Pemberdayaan perempuan dan masyarakat lokal di Pulo Aceh.
  • Swasembada pangan sebagai langkah menuju kemandirian.

 

Setiap pembelian kalian adalah bentuk dukungan nyata untuk mewujudkan mimpi kami: menciptakan masa depan yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan. Mari bersama-sama menyemai harapan dan memanen perubahan!

 

Kebun Impian bukan sekadar kebun. Ini adalah simbol ketahanan, harapan, dan cinta kami untuk bumi dan sesama.

 

#KebunImpian

#PertanianOrganik

#SwasembadaPangan

#RumahRelawanRemaja

#PuloAceh

 

Peukan Bada, 10 Ramadan 1446 Hijriah