Friday, March 21, 2025

From Garden to Table



Selanjutnya, saya mau cerita tentang Ramadan hari ke-21, masih di Kebun Impian bersama keluarga kesayangan Rumah Relawan Remaja. Hari itu, seperti biasa, yang piket masak mencari sesuatu di area kebun untuk dimasak. Senang sekali, kita bisa juga saling mengingatkan tentang pentingnya real food, apalagi from garden to table seperti yang kami lakukan di Kebun Impian ini

 

Hari ke-21 Ramadan tiba dengan cahaya matahari yang hangat menyelinap melalui celah daun-daun rindang di Kebun Impian. Udara pagi masih segar, membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang baru saja dibasahi embun. Seperti biasa, tim Rumah Relawan Remaja—aku, Bang Romi, Salam, Lubna, Uma, Abu, Yanah, Maulidin, dan Afdhal—sudah bersiap mengisi hari dengan aktivitas penuh makna.

 

Hari ini, giliran Uma dan Putri yang bertugas memasak untuk sahur dan berbuka. Tapi di sini, masak bukan sekadar membuka kulkas atau belanja ke warung. Kami punya kebun sendiri, penuh dengan sayuran segar yang siap dipanen. From garden to table—prinsip yang kami pegang teguh di sini.

 

Saat sore, Uma sudah siap dengan keranjang kecil memetik terong yang akan dibuat Terong Krispi. Putri sudah di dapur menyiapkan kayu bakar untuk kompor tradisional. Terong di kebun tumbuh dengan sangat baik. Dan setiap ke sini, terong ini  menjadi salah satu santapan nikmat kami di meja.

 

Aku tersenyum melihat tim relawan bersemangat memasak apalagi momen ini adalah momen menyiapkan buka puasa bersama. Ada kebahagiaan berbeda ketika memetik sendiri bahan makanan yang akan kita masak. Tidak hanya lebih segar, tapi juga ada rasa syukur yang mengalir pelan. Inilah real food, pikirku. Makanan yang tumbuh alami, tanpa pestisida kimia, dipanen dengan tangan sendiri, lalu diolah dengan hati.

 

Aku memperhatikan mereka juga dengan haru. Di tengah dunia yang serba instan, momen seperti ini mengingatkan kami untuk melambatkan waktu, menikmati proses. Bang Romi membantu memotong sayuran, sementara Lubna dan Salam bertugas mencuci bahan-bahan yang baru dipetik. Suara pisau beradu dengan talenan, desiran minyak di wajan, dan gelak tawa kecil kami memenuhi ruangan.

 

"Subhanallah, enak banget!" seruku saat makan bersama.

 

Aku mengangguk pelan. Memang ada perbedaan besar antara makanan yang diolah dari bahan segar langsung dari kebun dengan yang sudah melalui proses panjang distribusi pasar. Rasanya lebih hidup, lebih nyata.

 

Di tengah makan bersama, Bang Romi mengingatkan kami tentang pentingnya real food—makanan alami yang tidak hanya menyehatkan tubuh, tapi juga menjaga kelestarian bumi. "Kalau kita bisa menanam sendiri, kenapa harus tergantung pada produk kemasan yang belum tentu sehat?" ujarnya.

 

Pada akhirnya, from garden to table bukan sekadar konsep di Rumah Relawan Remaja—ia adalah gaya hidup yang mengajarkan para relawan untuk bersyukur atas setiap karunia alam yang tersedia.

 

Pulo Aceh, 21 Ramadan 1446 Hijirah


0 comments:

Post a Comment