Malam
ini, seperti biasa, saya melipat pakaian suami saya. Baju-baju yang sudah
luntur warnanya, yang sudah setia menemani hari-harinya selama bertahun-tahun.
Entah sudah berapa musim berlalu, baju-baju itu tetap menjadi bagian dari hidup
kami. Kami tidak membeli baju baru, entah sudah berapa lama, kecuali jika ada
yang diberikan sebagai hadiah atau dari komunitas yang kami ikuti. Prinsip ini
kami pegang teguh: slow fashion, bukan sekadar gaya hidup, tapi komitmen
untuk bumi yang lebih baik.
Fast fashion,
industri yang menghasilkan pakaian dengan cepat dan murah, telah menjadi salah
satu penyumbang terbesar kerusakan lingkungan. Menurut data dari United
Nations Environment Programme (UNEP), industri fashion menghasilkan sekitar
10% dari emisi karbon global dan mengonsumsi lebih banyak energi daripada
penerbangan dan pengiriman internasional digabungkan. Belum lagi limbah tekstil
yang menumpuk di tempat pembuangan akhir, yang membutuhkan ratusan tahun untuk
terurai.
Kami memilih untuk tidak menjadi bagian dari
lingkaran itu. Setiap baju yang kami miliki punya cerita. Ada yang hadir
sebagai hadiah ulang tahun, ada yang dari acara komunitas, dan ada yang sudah
menemani kami sejak awal pernikahan. Meski warnanya sudah luntur dan bentuknya
tak lagi sempurna, bagi kami, mereka tetap berharga. Setiap lipatan yang saya
buat adalah bentuk cinta—cinta pada suami saya, dan cinta pada bumi yang telah
memberikan kami begitu banyak.
Mungkin bagi sebagian orang, ini terlihat
sederhana. Tapi bayangkan jika setiap keluarga memilih untuk mengurangi
pembelian baju baru, berapa banyak limbah yang bisa kita kurangi? Berapa banyak
emisi karbon yang bisa kita cegah? Slow fashion bukan tentang tidak
memiliki gaya, tapi tentang memiliki gaya yang bertanggung jawab.
Saya percaya, perubahan besar dimulai dari
langkah kecil. Dan hari ini, langkah kecil itu dimulai dari lipatan baju suami
saya yang sudah luntur. Saya bangga menjadi bagian dari gerakan ini, dan saya
berharap, suatu hari nanti, anak-anak kami akan tumbuh dengan pemahaman yang
sama: bahwa merawat bumi adalah tanggung jawab kita semua.
Peukan Bada, 6 Ramadan 1446 H
0 comments:
Post a Comment