Wednesday, April 28, 2021

Review Buku “24 Kisah Pendidik Rumahan Selaras Fitrah”

 


Mendidik anak itu sesungguhnya bukan “too much teaching” atau “outside ini ” namun justeru lebih banyak inside out yaitu membangkitkan dari dalam jiwa, dalam hal ini jiwanya. Ketika fitrah ini bangkit, maka semua kebaikan akan datang. Ini adalah kalimat pembuka dari Ustaz Harry Santosa yang mencetuskan Fitrah Based Education atau Pendidikan Berbasis Fitrah , guru kehidupan dari para penulis buku ini.

Buku yang ditulis oleh 29  penulis (ada yang suami istri dalam 1 tulisan) berisi 24 cerita pola pengasuhan menggabarkan fitrah mendidik selaras fitrah. Saya akan share beberapa cerita dalam buku ini. 

Cerita pertama dari keluarga Bu Ainul Luthfiana yang tinggal di Kediri yang mengisahkan perjalanan keluarganya begitu berwarna, tapi dianggap tak lazim oleh lingkungan termasuk keluarga besar.

Cerita lain yang ingin saya bagikan adalah dari keluarga kak Esti Wulansari. Kak Esti ini yang memberikan saya buku untuk didonasikan ke perpustakaan Rumah Relawan Remaja. Tulisannya berjudul Keluarga Merdeka-Damai. Di sini dibahasakan tentang Rindu, anak kak Esti yang merasa tidak nyaman di sekolah. Masalah inilah yang menjadi jalan untuk mulai serius dengan pendidikan rumah ini. Hingga akhirnya, kak Esti bersama Praktisi Talents Mapping lainnya mendirikan Home Education Aceh sebagai ladang menggarap berbagai kegiatan menstimulasi anak-anak sehingga potensi fitrah mereka kelihatan.

Selengkapnya bisa ditonton di channel Rahmiana Rahman, dalam segmen Ammy Mengulas Buku https://www.youtube.com/watch?v=cphj3kvdbbg&t=57s 

Wednesday, April 21, 2021

Terampil Mengajar di Era Digital

 


Jumat, 16 April 2021, saya diundang sebagai Ketua Rumah Relawan Remaja sekaligus Sekretaris Forum Taman Baca Provinsi Aceh, untuk menghadiri Grand Launching Modul Literasi Digital yang dilaksanakan oleh Kominfo dan Siberkreasi.

Acara yang dihelat secara bersar dan bersamaan 5 kota ini, dimulai dengan talkshow. Di Aceh, untuk sesi talkshow pertama, ada 3 narasumber. Mereka adalah Pak Martunis  (Kepala Sekolah Sukma Bangsa), Pak Ramadan (Guru Sukma Bangsa) dan Pak Ahmadani Kepala Bidang SMA/SMK Disdik Provinsi Aceh.

Saya ingin menggaris bawahi beberapa hal dari presentasi para narasumber terkait terampil mengajar di era digital. Tentu saja semoga bisa menjadi inspirasi untuk saya dan juga pembaca blog ini.

Dalam paparannya, Pak Martunis mengatakan bahwa akselerasi transformasi digital menjadi lebih cepat terlaksana karena pandemi. Yang perlu dilakukan saat ini adalah shifting the mindset, apalagi anak-anak saat ini adalah digital native. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya sebuah penelitian dilakukan oleh European Comission dilaksanakan di 31 negara Eropa terkait penggunaan ICT. Penelitian itu menunjukkan bahwa guru-guru yang cenderung punya kemampuan ICT yang cukup baik dikenal sebagai guru yang menyenangkan.

Ada juga Pak Ramadani dengan semangat memberikan beberapa platform yang bisa menjadi inspirasi bagi guru sehingga kelas bisa lebih menyenangkan. Apalagi di era pandemi saat ini. Guru ini benar-benar mengaplikasikan bahwa terampil mengajar adalah memberikan akses pembelajaran sesuai zamannya.


Satu lagi pemateri dari pemangku kebijakan yaitu Pak Ahmadani, memaparkan bahwa sistem pembelajaran saat ini baik yang luring dan daring, tetap berjalan lancar. Sayangnya kondisi pandemi dan juga pengembangan literasi digital menemui beberapa kendala di Aceh, semisal pengetahuan guru yang saat ini sudah berusia lanjut serta banyaknya anak-anak yang belum menguasai IT.

Poin terakhir, sangat saya sepakati. Kondisi dimana anak-anak belum menguasai teknologi. Ini tentu terjadi di beberapa daerah terpencil yang kulihat secara langsung. Boro-boro mau mengerti teknologi, perlancar huruf demi huruf saja butuh usaha yang luar biasa. Yah, meskipun begitu, kita tak boleh putus asa. Terus bergerak adalah kunci demi melihat bangsa ini menjadi bangsa yang lebih literat.