Friday, January 5, 2018

Belajar Mengkritik Dari Buku “Suaraku, Ekspresiku”

Akhir-akhir ini saya  banyak membaca berbagai tulisan tentang Women Empowerment,  salah satunya Suaraku, Ekspresiku.

Suaraku, Ekspresiku yang merupakan kumpulan tulisan Nurul Imi Idrus, seorang guru besar pertama perempuan di Fisip-UNHAS sekaligus sebagai kolumnis tetap di Koran Harian FAJAR sejak tahun 2007.

Buku Suaraku, Ekspresiku ini sangat menarik karena menggunakan bahasa yang ringan namun mengandung banyak pesan dan kritik. Banyak hal yang dibahas dalam buku ini, bukan hanya persoalan perempuan tetapi hal-hal umum yang mengandung pengetahuan. Mulai dari Pemilu, Korupsi, Seksualitas, Perempuan, Suami-istri, Hari Yang Fitri, Dinamika Kehidupan, Kimia Dan Kemanusiaan,  Onlining, Geliat Waktu, Imajinatif dan Tahun Baru

The power of feminity sangat tergambar dari kumpulan tulisan Nurul Imi Idrus ini. Hal ini akan banyak dilihat pada bagian dengan tema besar Perempuan, misalnya di bagian akhir tulisan yang diberinya judul IRT. Berikut bagian akhir dari IRT (195)
kenapa tidak banyak perempuan ataupun pasangannya yang merasa bangga dengan status istri sebagai ibu rumah tangga? Ini sepaptutnya menjadi bahan renungan! Kehidupan di dunia ini sesungguhnya penuh dengan pilihan-pilihan dimana perempuan juga bebas menentukan apa yang diinginkannya. Apakah seorang perempuan ingin menjadi seorang ibu rumah tangga atau berkarir, sama saja nilainya sejauh itu merupakan pilihan bebasnya, bukan pilihan/tekanan orang lain. It’s the matter of choice, so why not proud to be a housewife!

Penggunaan istilah-istilah dalam bahasa bugis juga menambah khazanah pengetahuan bahasa bugis kita, misalnya bisa dilihat ditulisan berjudul Anarki-Lektualitas (296)
Ada pepatah Bugis yang menyatakan “nakko de’ siri’mu engka mussa pessemu,” yang bermakna bahwa jika tak punya rasa malu (siri’) maka paling tidak milikilah rasa solidaritas sosial (pesse’) terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita yang terganggu akbiat demo.


Menurut saya, dari awal hingga akhir tulisan, sang penulis mengajarkan kita cara mengkritik sebagai bagian ekspresi, khususnya kita sebagai perempuan.  

0 comments:

Post a Comment