Wednesday, September 26, 2018

Bagaimana Seharusnya Seorang Relawan Bekerja?

sumber foto : Google


Saya mendapatkan pemahaman mendalam tentang dunia kerelawanan sejak bergabung di Rumah Relawan Remaja (3R), sebuah komunitas yang bekerja untuk komunitas sosial yang saat ini berkantor di Kabupaten Aceh Besar, meskipun pada dasarnya pemahaman tentang kerelawanan telah saya dapatkan melalui berbagai pelajaran dan pengalaman yang saya jalani saat merintis komunitas Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) Makassar di tahun 2012 dan komunitas The Floating School di tahun 2016 dan semuanya masih konsisten bergerak sampai saat ini

Sharing tentang bagaimana seharusnya seorang relawan bekerja ini saya dapatkan dari pemaparan ketua 3R, Perdana Romi Saputra tentang 3R yang bekerja dengan cinta (love), kerja bersama (teamwork), konflik, partnership dan kemampuan mengorbankan diri sendiri (self-denial). Lima poin ini memang merupakan cara kerja 3R. Tapi hemat saya, sejatinya relawan baik dalam tataran individu maupun organisasi/komunitas, hal-hal tersebut perlu diaplikasi ketika memutuskan menjadi relawan.


Pertama, untuk meningkatkan passion dalam bekerja, cinta memegang peranan penting. Ketika kita mencintai sesuatu, kita akan maksimal dalam mencapai hasilnya. Begitupun ketika menjadi relawan atas dasar cinta, maka berbagai hal-hal baik dilakukan untuk melihat dunia menjadi lebih baik, dunia yang penuh cinta.

Kedua, untuk mencapai tujuan dengan cakupan yang lebih luas, bekerja secara tim menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Layaknya sapu lidi yang dikumpulkan dari ikatan lidi-lidi, bisa menyapu halaman yang kotor, yang tidak mungkin dilakukan dalam waktu cepat jika hanya menggunakan setangkai atau dua tangkai lidi.

Ketiga, untuk mempelajari banyak hal, maka manajemen konflik perlu dianalisa. Konflik tentu akan senantiasa hadir, dimanapun dan kapanpun, termasuk di dunia kerelawanan. Oleh karena itu, sebagai relawan, kita perlu belajar menganalisa manajemen konflik sehingga menjadikan konflik bukan sebagai masalah tapi sebagai media belajar untuk rekonsiliasi konflik. Proses pendewasaan diri pun akan muncul seiring dengan kemampuan manajemen konflik yang baik.

Keempat, sebagai relawan melakukan kolaborasi menjadi hal yang penting dan mendasar. Dengan kolaborasi atau partnership, banyak hal-hal luar biasa yang tidak diprediksi sebelumnya, bisa terjadi. So, let’s collaborate more.

Kelima, relawan itu perlu kemampuan untuk mengorbankan diri sendiri (self-denial). Kemampuan ini perlu karena memang relawan bekerja untuk kemanusiaan, bekerja untuk orang lain bukan untuk diri sendiri. Dengan hadirnya self-denial ini, membuat relawan menanamkan kemauan lebih dalam untuk memberi kebermanfaatan untuk semesta ini. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak bermanfaat di dunia yang hanya sementara ini.

Tulisan ini saya sharing bukan hanya untuk berbagi tentang cara 3R bekerja, tapi menjadi refleksi diri saya yang memilih hidup sebagai relawan atau pegiat sosial (social worker), sehingga bisa lebih paham esensi menjadi relawan untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga kalian yang juga tulisan ini terinspirasi dan termotivasi melakukan hal-hal yang lebih baik lagi sebagai relawan. Carpe diem J

0 comments:

Post a Comment