Tuesday, August 14, 2018

Tindakan Edukatif dan Didaktif Dalam Mendidik Generasi Milenial

sumber foto : kampung-media.com
Kita itu nggak sadar kalau kebodohan adalah bumerang yang berbalik. Generasi muda yang tahu cara main media sosial dan bahkan bisa ngepoin orang kayak agen CIA, tapi nggak tahu caranya menginformasikan diri mereka sendiri, itu fatal banget. Kita loh yang nanti take over negara ini. Kalau kita aja segitu butanya dengan negara sekitar, cuma tahu yang lagi ngetrend doing, cuma tahu apa yang menghibur doang, cuma tahu cara pake Instagram, tahu cara nanya orang di Ask.fm tapi nggak tahu caranya googling, tahu caranya posting foto lagi makan di restoran kece ke Instagram tapi nggak tahu caranya baca berita. Nonton you-tube cuma nonton vlog atau nonton makeup tutorial doang. Mau pakai jilbab aja harus lagi-lagi lihat tutorial, cara belajar mesti lihat tutorial, mencari motivasi kuliah aja harus minta cariin  sama orang di AskFm.

Indonesia mau dibawa ke mana?  

* * *
Opini di atas merupakan potongan catatan Gita Savitri Devi (2017) dengan judul Generasi Tutorial dalam buku perdananya Rentang Kisah. Tulisan menyindir ini menjadi gambaran sebagian generasi  milenial saat ini. Berdasarkan definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, generasi milenial adalah generasi yang tidak dapat dilepaskan dari teknologi dan informasi terutama internet.

Generasi milenial memang berada di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi termasuk merebaknya penggunaan gawai yang begitu cepat. Sayangnya, kemajuan ini tidak membuat banyak orang, termasuk generasi millenial menjadi lebih cerdas dan maju. Justru sebaliknya, kebanyakan generasi milenial masih banyak yang seperti Gita tuliskan, sebagai generasi tutorial, generasi yang harus diberikan ikan karena tidak tahu caranya memancing. Apa jadinya jika 33 persen penduduk Indonesia yang merupakan dominansi generasi milenial tapi hanya menjadi generasi tutorial yang tidak bijak?
 
sumber foto: sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

Padahal di satu sisi, menurut Yoris Sebastian (2016) dalam bukunya berjudul Generasi Langgas, generasi milenial bisa menjadi generasi yang cepat, bukan generasi instan. Sehingga, meskipun semuanya cepat, tapi tetap kuat dasar-dasarnya. Bukan asal cepat jadi terjebak sebagai generasi instan.

Untuk menciptakan generasi milenial bukan sebagai generasi instan, maka peran pendidikan dalam keluarga tentu harus dimaksimalkan. Untuk memahami peran pendidikan tersebut, orangtua perlu memahami terminologi pendidikan yang akan menjadi dasar pengaplikasian dalam mendidik anak-anak mereka.

Doni Koesoema (2007) dalam buku Pendidikan Karakter memaparkan bahwa terminologi pendidikan mengacu pada dua pemahaman, yaitu sebagai tindakan edukatif dan tindakan didaktis.

Tindakan Edukatif
Tindakan edukatif mengacu pada sebuah intervensi sengaja untuk mengarahkan sebuah proses menjadi secara penuh dalam diri individu.

Sebagai sekolah pertama untuk anak-anak, orang tua sebagai peran keluarga terpenting meleburkan diri secara utuh dalam mengarahkan anak-anak memahami pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal baru yang tidak diketahui sebelumnya.

Contohnya saat ini, dimana gawai sudah merebak. Anak-anak bisa mengakses informasi apapun hanya dengan googling. Maka, orangtua pun perlu meleburkan diri dengan mempelajari cara mengakses internet. Sehingga, orangtua juga bisa mengetahui perkembangan yang terjadi pada anak-anak. Pada akhirnya, orang tua harus melek literasi digital sebagai bagian tindakan edukatif di era sekarang ini.
 
sumber foto : sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id
Tindakan Didaktis
Tindakan didaktis mengacu pada proses pengajaran dan objek-objek pembelajaran. Tindakan didaktis melibatkan dimensi intrinsik dan hasil pembelajaran pada pembelajar. Oleh karena itu, orang tua diharapkan mampu memahami dimensi intrinsik yang ada dalam diri anak, misalnya perbedaan motivasi, hal-hal yang disukai, tingkat kenyamanan dan sebagainya dalam menghasilkan hasil pembelajaran yang bermakna.

Tindakan didaktis ini terjawantahkan dengan berbagai cara, misalnya membangun sikap hidup positif pada anak. Sebagai contoh yang ditulis oleh Muhammad Iqbal (2018) dari laman sahabatkeluarga adalah orangtua menunjukkan semangat hidup yang tinggi dan sikap antusias dalam hal apapun di hadapan anak meskipun saat itu sedang berada di bawah tekanan. Hal ini akan membuat anak berpikir bahwa apapun yang terjadi kita harus tetap antusias.

* * *
Di era yang serba cepat ini, anak-anak mempunyai banyak pilihan dan kesempatan yang mengantar pada hasil yang baik atau buruk. Orangtua tentu memiliki peran penting untuk mengarahkan anak sedini mungkin melalui pemahaman terminologi tindakan edukatif dan didaktis dalam pendidikan keluarga. Sehingga pada akhirnya, semakin banyak anak khususnya generasi milenial yang menjadi generasi emas Indonesia. 



Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pendidikan Keluarga #sahabatkeluarga.

0 comments:

Post a Comment